Blog Yanti Gobel

Ilmu dan Amal Padu Mengabdi

Epidemiologi Penyakit Malaria di Indonesia

Perbincangan tentang penyakit malaria diangkat kembali oleh A.Arsunan Arsin yang memilihnya menjadi topik utama dalam pidato pengukuhan guru besar dalam bidang epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Kamis (23/12/10). Menurutnya, penyakit malaria sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat tak lepas dari unsur segitiga epidemiologit, dimana manusia sebagai host, parasit plasmodium sebagai agent dan kondisi lingkungan (environment) yang mendukung. Sementara penyakit merupakan outcome dari adanya interaksi antara host, agent dan environment. Dalam ilmu epidemiologi sering disebut dengan segitiga epidemiologi yakni hubungan timbal balik antara host (pejamu), agent (penyebab penyakit) dan environment (lingkungan). Penyakit terjadi karena adanya ketidak-seimbangan (inbalancing) dari ketiga komponen tersebut.
Lebih lanjut disebutkan bahwa penyakit malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan tingkat endemisitas yang berbeda-beda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah P.vivax dan P.falciparum. Penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung Sporozoit. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi penularan dengan bentuk Tropozoit, misalnya melalui transfusi darah, melalui plasenta dari ibu kepada bayinya dan penularan melalui jarum suntik yang terkontaminasi.
Penyakit malaria berkaitan dengan keterbelakangan dan kemiskinan serta berdampak pada penurunan produktifitas kerja dan penurunan tingkat kecerdasan anak usia sekolah. Sampai saat ini malaria masih menjadi fokus perhatian utama dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit menular baik regional maupun global dan penyakit ini masuk dalam kategori “re-emergency disease”. Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya upaya pengendalian malaria sebagai salah satu isu penting pencapaian millennium development goals (MDGs) atau tujuan pembangunan millenium. Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 237 (BPS, 2010) dan 40 persen diantaranya tinggal di daerah dengan risiko penularan malaria atau lebih dari 100 juta orang hidup di daerah endemi malaria. Diperkirakan 15 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan hanya 20 persen diobati di sarana pelayanan kesehatan.
Pada bagian akhir pidatonya, disebutkan bahwa dari aspek epidemiologi, beberapa faktor yang berinteraksi dalam kejadian dan penularan penyakit malaria, antara lain: Faktor host (manusia); Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin karena berkaitan dengan perbedaan tingkat kekebalan dan frekuensi keterpaparan gigitan nyamuk. Faktor Agent (plasmodium); Penyakit malaria adalah suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium (Class Sporozoa). Pada manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang, yaitu P.falciparum, P.vivax, P.malariae, dan P.ovale (Bruce-Chwatt, 1980). Faktor Lingkungan; beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di Indonesia, antara lain: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian, angin), lingkungan biologik dan lingkungan sosial-budaya.
Penanganan Penyakit
Penyakit malaria, sejak tahun 1950 telah berhasil dibasmi di hampir seluruh benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian benua Afrika dan Asia Tenggara yang pada umumnya negara berkembang dan berada pada wilayah tropis. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Diperkirakan sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya, sekitar 1 persen diantaranya berakibat fatal berupa kematian.
Sejarah penanganan penyakit malaria, sejak tahun 1638 telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina. Kina mampu menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah meski merupakan tumbuhan beracun. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine (quinacrine hydrocloride) yang kadar racunnya lebih rendah, sehingga dianggap lebih efektif daripada quinine. Sejak akhir perang dunia kedua (sekitar tahun 1945), dibandingkan dengan Atabrine atau quinine, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga dianggap lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria. Obat tersebut (klorokuin) juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu (Atabrine dan quinine ) serta terbukti efektif karena tidak perlu digunakan secara terus menerus.
Namun perkembangan terbaru memperlihatkan adanya strain yang memiliki daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain dari strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika. Strain jenis ini ditemukan terutama di wilayah Asia Tenggara (Vietnam dan Malaysia), Amerika Selatan dan Afrika. Strain plasmodium falciparum juga kebal terhadap obat-obatan dari getah batang pohon kina. Akibat munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Fakta lain juga membuktikan jenis nyamuk pembawa malaria (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT.
Saat ini penggunaan Mefloquine telah terbukti efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin. Penggunaan Mefloquine bisa sebagai pengobatan dan sebagai pencegahan, sementara proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan. Para ahli juga sedang meneliti efek samping yang merugikan dari penggunaan Mefloquine. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap klorokuin.
Pendekatan Kesmas
Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria dalam pendekatan ilmu kesehatan masyarakat berfokus pada upaya preventif. Ilmu kesehatan masyarakat dalam hal ini epidemiologi berupaya menemukenali faktor-faktor risiko seseorang terjangkit penyakit malaria agar dapat menghindarkan diri dari serangan penyakit malaria.
Cara penularan penyakit malaria melalui gigitan nyamuk malaria (anopheles). Apabila nyamuk anopheles menggigit orang sehat maka parasit akan di tularkan ke orang sehat tersebut dan akan berkembang biak. Selanjutnya menyerang sel-sel darah merah hingga orang sehat tersebut akan sakit malaria dalam waktu kurang lebih 12 hari. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sehingga menyebabkan demam.
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain: (1) Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan demam muncul setiap hari ketiga. (2) Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan demam setiap hari keempat. (3) Malaria serebral, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, penderita mengalami demam tidak teratur dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan kematian yang mendadak. (4) Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat.
Dalam kesehatan wisata (travel health), para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika Tengah diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah) seiring peningkatan prevalensi penyakit malaria, apalagi para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang sedang mewabah. Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa minggu setelah kembali dari bepergian.
Beberapa upaya pencegahan penyakit malaria adalah menghindari gigitan nyamuk dengan cara tidur memakai kelambu, menggunakan obat nyamuk, memakai obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa pada ventilasi, menjauhkan kandang ternak dari rumah, dan mengurangi berada di luar rumah pada malam hari. Upaya lainnya adalah menebarkan ikan pemakan jentik, seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair dll. Upaya berikutnya adalah membersihkan lingkungan, menimbun genangan air, membersihkan lumut, gotong royong membersihkan lingkungan sekitar. Upaya selanjutnya adalah pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria, minum obat doksisilin 1 x 1 kapsul/ hari sampai 2 minggu setelah keluar dari lokasi endemis malaria.

7 Januari 2011 Posted by | Uncategorized | , , , | 2 Komentar

Catatan Akhir Tahun 2011 Program Kesehatan Gratis

Setiap akhir tahun, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam lingkup pemerintah provinsi Sulawesi Selatan mempresentasikan pemaparan hasil kerja dan program kerja. Dinas Kesehatan adalah salah satu SKPD yang turut memaparkan program kerja pada Senin 13 Desember 2010 oleh Kepala Dinas Kesehatan, dr Rahmat Latief Sp.PD, M.Kes.
Sebagaimana terungkap ke publik melalui media, isu terbaru kaitannya program kesehatan gratis adalah rencana pemihakketigaan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) dengan memasukkan satu item layanan baru yakni operasi plastik. Jenis operasi plastik yang bisa diperoleh pasien Jamkesda untuk cacat fungsional, misalnya pasien luka bakar dibagian tangan yang mengganggu fungsi pergerakan, maka mendapat tanggungan jamkesda. Operasi yang bersifat darurat (life saving), kecelakaan lalulintas yang membutuhkan penanganan darurat, operasi atau bedah saraf seperti penanganan pasien hydrocepallus, layanan CT Scan yang bersifat darurat juga akan diupayakan masuk dalam Jamkesda. Klaim layanan operasi plastik akan menambah 14 item besar program kesehatan gratis pada tahun 2011.
Rencana pemihakketigaan program kesehatan gratis kepada perusahaan asuransi kesehatan sudah berproses di Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan. Adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Umat DPRD Sulawesi Selatan mengusulkan program pembiayaan kesehatan gratis dilaksanakan sepenuhnya oleh PT Askes. Fraksi PKS beralasan agar tidak ada lagi alasan bagi kabupaten/kota untuk tidak memenuhi kewajibannya dalam pengaloksian anggaran kesehatan sebab pada tahun anggaran 2009 banyak kabupaten/kota yang tidak memenuhi kewajibannya merealisasikan anggaran 60 persen dari total biaya kesehatan sehingga total anggaran kesehatan gratis kabupaten/kota hanya mengandalkan pembiayaan dari Pemprov Sulsel. Pada tahun 2010, total anggaran program kesehatan gratis Sulsel sebesar Rp 240 miliar. Sikap pemerintah kabupaten/kota itu dinilainya melanggar Nota Kesepahaman (MOU) tentang pembiayaan kesehatan gratis 40 persen ditanggung kabupaten dan 40 persen ditanggung provinsi.
Kabupaten Sinjai adalah salah satu kabupaten yang menolak program kesehatan gratis pemprov Sulsel didaerahnya dengan alasan telah menjalankan program itu melalui Jamkesda. Padahal Jamkesda yang dimiliki Kabupaten Sinjai hanya bersifat intern yakni hanya berlaku saat pasien berobat pada penyelenggara layanan kesehatan di dalam wilayah Kabupaten Sinjai. Ketika pasien tersebut dirujuk untuk berobat diluar Kabupaten Sinjai, otomatis menjadi tanggungan pemprov melalui program kesehatan gratis yang tetap dialokasikan kepada Kabupaten Sinjai sebesar 40 persen. Pemprov Sulsel telah menyediakan Rumah Sakit Sayang Rakyat untuk mendapatkan pelayanan maksimal dan akan mendapatkan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 17 miliar.
Konsekwensi pemihakketigaan mengharuskan pemerintah provinsi membayar premi asuransi kesehatan sebesar Rp 5.000 per jiwa per bulan. Besaran premi Rp 5.000 per orang merupakan penawaran langsung PT Askes untuk melaksanakan program kesehatan gratis Sulsel selama satu tahun. Sistem premi ini menanggung sekitar 4,8 juta penduduk Sulawesi Selatan dengan total anggaran dari APBD Provinsi sebesar Rp. 175 miliyar. Model pembiayaan kesehatan di Malaysia menggunakan sistem premi sebesar Rp 7.500 sebagai biaya administrasi. Biaya tersebut sudah mencakup semua jenis layanan.
Program Kesehatan Gratis di Sulawesi Selatan dibawah payung hukum Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2008 tertanggal 01 Juli 2008. Dalam implementasinya dibagi atas tiga tahapan: tahap uji coba (tahun 2008-2009), tahap pemantapan (tahun 2010-2011) dan tahap pengembangan (tahun 2012-2013). Fokus bantuan program kesehatan gratis diberikan pada warga yang belum terlindungi jaminan kesehatan sekitar 4.427.896 atau 58,8 persen. Dinas Kesehatan mengasumsikan 4.298.110 jiwa yang belum terjangkau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Saat ini penduduk didalam wilayah Sulsel yang belum memiliki jaminan sosial diperkirakan masih sekitar 43 persen. Jumlah inilah yang nantinya akan menjadi sasaran program kesehatan dengan model pembiayaan gratis, sedangkan bagi yang sudah ter-cover dalam Jamkesmas dan askes sudah tidak ditanggung lagi.
Program pelayanan kesehatan gratis adalah semua pelayanan kesehatan dasar yaitu puskesmas dan jaringannya termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas terapung, serta rujukan bagi kelas 3 di rumah sakit pemerintah dan menggunakan obat generik. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ini, masyarakat harus menunjukkan kartu peserta atau cukup memperlihatkan kartu KTP atau kartu keluarganya. Sementara jika masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut, maka Puskesmas dan jaringannya akan merujuk ke rumah sakit tingkat daerah.
Hasil Penelitian
Sebagai sebuah obyek penelitian, program kesehatan gratis belum banyak dikaji secara ilmiah oleh peneliti independen untuk mendapatkan informasi sebagai bahan evaluasi. Hasil penelitian tentang kesehatan gratis hanya berasal dari institusi pemerintah yakni Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sulsel. Balitbangda Sulsel bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unhas pernah mengadakan penelitian implementasi program kesehatan gratis di layanan RS berdasarkan kepesertaan, kelas perawatan, hak pelayanan sesuai petunjuk teknis program sudah berjalan baik kecuali obat yang masih ditemukan peresepan obat paten maupun pencatatan administrasi keuangan yang tidak standar. Penelitian dilaksanakan pada empat RS yakni RSUD Sultan Dg Radja Bulukumba (wilayah selatan), RS Labuang Baji (gerbang selatan Makassar) dan RS Daya (gerbang utara Makassar), serta RSUD Andi Makkasau Parepare (wilayah utara).
Populasi sampel dalam penelitian yang dipimpin Ketua Tim Pelaksana Dr dr Citrakesumasari M.Kes adalah semua pasien rawat inap yang masuk RS di bulan Agustus-September 2010. Dengan sampel penelitian adalah peserta program kesehatan gratis yang rawat inap di empat RS rujukan program Jamkesda tersebut dengan total 471 pasien.
Terdiri dari 151 sampel di RS Andi Makkasau, 106 di RS Daya, 99 di RS Sultan Dg Rajja, dan 115 di RS Labuang Baji, dengan usia di atas 15 tahun.
Dalam penelitian ini ditemukan pasien yang seharusnya tidak menjadi peserta program kesehatan gratis. Sedangkan kepuasan pasien di keempat RS dipersepsi puas berdasarkan lima dimensi kepuasan. Namun, beberapa sub dimensi masih dipersepsikan buruk oleh pasien seperti perawat yang masih membeda-bedakan dalam pelayanan, kurangnya persediaan alat medis dan non medis, sampai kebersihan lantai kamar mandi dan seprei.
Berdasarkan hasil penelitian itu, Balitbangda merekomendasikan kebijakan agar program kesehatan gratis disempurnakan dalam administrasi database, pelayanan, maupun perbaikan di bidang keuangan. Hafid menambahkan pembiayaan kesehatan diberi porsi yang lebih besar untuk promosi dan langkah preventif terutama masalah kesehatan ibu dan anak. Mengupayakan asupan pasien RS untuk memenuhi asupan gizi. Selain itu, ia mengimbau agar tenaga kesehatan di RS agar tidak memberikan informasi dan kesan perbandingan tindakan pelayanan yang memberi kesan program ini berkualitas rendah serta meluruskan pengetahuan pasien terutama tentang obat generic.
Saran dan Harapan
Program kesehatan gratis yang diberikan sebenanrnya adalah pengobatan gratis karena konsep sehat dan kesehatan sangat luas cakupannya, bukan hanya masalah pengobatan (kuratif) tetapi juga menyangkut promosi kesehatan dan pencegahan agar orang tidak sakit. Dalam teori kesehatan masyarakat, diasumsikan 85 persen penduduk untuk menjaga kesehatannya dengan pola hidup sehat, sisanya maksimal 15 persen diasumsikan menderita kesakitan yang mendapat pengobatan.
Berangkat dari konsep kesehatan masyarakat, maka seyogyanya alokasi anggaran program kesehatan gratis diperuntukkan bagi upaya-upaya promotif-preventif kepada penduduk agar tidak menderita kesakitan. Bila angka kesakitan dan kematian penduduk semakin tinggi, maka bisa dianggap pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan masyarakat. Karena program kesehatan gratis harus dikembalikan dan diluruskan sebagai upaya promosi hidup sehat. Apalagi esensi kehadiran pemerintah bukan mengurusi kesehatan orang per orang, tetapi kesehatan orang banyak (masyarakat).
Namun demikian, program kesehatan gratis di Sulawesi Selatan yang sejatinya membantu pengobatan masyarakat minus pemeliharaan kesehatan tetap perlu diapresiasi sebagai sebuah upaya-upaya menuju masyarakat sehat. Kita tahu, tahun 2010-2011 adalah tahap pemantapan program ini, maka diharapkan semoga pelaksanaan program ini pada tahun 2011 mendatang akan semakin banyak masyarakat yang memanfaatkannya demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat Sulsel pada khususnya.

7 Januari 2011 Posted by | Uncategorized | , , , | Tinggalkan komentar