Blog Yanti Gobel

Ilmu dan Amal Padu Mengabdi

Komisi Ombudsman dan Pelayanan Kesehatan

Rencana pembentukan Komisi Ombudsman Makassar mungkin tinggal menghitung hari ke depan. Sosialisasi untuk itu gencar dilakukan, salah satunya adalah sosialisasi yang digelar di Hotel Singgasana pada 10 Juli 2008 atas kerjasama Kemitraan bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan, Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Makassar dan Radio Fajar FM. Sejatinya, pembentukan Ombudsman Kota Makassar sebagai bagian dari program pembaruan tata pemerintahan di Indonesia.
Pembentukan Komisi Ombudsman didasari kesepakatan bersama antara Walikota Makassar dengan Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan (selanjutnya disingkat Kemitraaan). Kesepakatan kerjasama dilakukan pada 8 Nopember 2007 silam. Kemitraan sendiri adalah lembaga yang didirikan oleh beberapa donor asing yang memiliki misi dan program good governance di Indonesia.
Pada dasarnya, Komisi Ombudsman dibentuk untuk menangani keluhan masyarakat yang timbul dari proses pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Khusus untuk Ombudsman Kota Makassar, juga memasukkan unsur swasta sebagai obyek perhatian. Dalam konsiderans ”Menimbang” Peraturan Walikota (Perwa) No. 7 Tahun 2008, disebutkan bahwa mewujudkan pelayanan yang terbaik diperlukan pemberdayaan pengawasan eksternal terhadap penyelenggaraan pelayanan umum dan swasta di Kota Makassar sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan Perwa No. 7 Tahun 2008, Komisi Ombudsman Kota Makassar didesain sebagai lembaga pengawasan independen untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan umum yang diselenggarakan pemerintah daerah dan pelaku usaha, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Pihak-pihak lain. Namun Perwa tersebut masih menggunakan istilah lama ”pelayanan umum”, bukan istilah ”pelayanan publik” yang kerap digunakan seiring dengan adopsi konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan sekarang ini.
Dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 7 Perwa tersebut, disebutkan defenisi Pelayanan Umum adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan umum. Defenisi demikian tidak berbeda dengan konsep pelayanan publik yang menunjukkan domain pelayanan publik adalah segala urusan publik (public affairs) yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara atau pihak lain yang diserahi wewenang untuk itu.
Penggunaan istilah dalam Perwa ini rupanya tidak konsisten karena istilah pelayanan publik tetap digunakan. Pada Pasal 4 huruf f istilah pelayanan publik digunakan sementara pada bagian lain lebih kerap menggunakan istilah pelayanan umum. Untuk menjaga konsistensi sebaiknya menggunakan istilah ”pelayanan umum” karena istilah itulah yang diterangkan dalam ketentuan umum pasal 1.
Kesehatan : Kebutuhan Dasar
Kesehatan adalah bagian dari kebutuhan dasar yang wajib terpenuhi. Karenanya bagi penggiat hak asasi manusia, kesehatan adalah bagian dari hak asasi yang pemenuhannya mutlak dipenuhi oleh pemerintah sebagai pihak yang penyelenggara pelayanan publik. Apalagi Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (HESB) melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2005. Bagian penting dari Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya salah satunya adalah hak atas kesehatan.
Konsekwensi ratifikasi Kovenan HAM (termasuk hak atas kesehatan) adalah adanya kewajiban negara untuk menghormati (obligation to respect), untuk melindungi (obligation to protect), untuk melaksanakan (obligation to full fill), untuk bertindak/berbuat (obligation of conduct), dan kewajiban negara untuk mencapai hasil (obligation of result).
Pada makalah yang disiapkan untuk Diskusi Publik ”Pelayanan Kesehatan Gratis : Konsep dan Aplikasi” yang digelar FKM UMI pada 17 Juni 2008 lalu, Muslimin B. Putra (pegiat HAM) mempersyaratkan empat elemen penting pemenuhan hak atas kesehatan yakni availabilitas, aksesibilitas, akseptabilitas dan kualitas.
Prinsip availabilitas (ketersediaan) maksudnya adalah ketersediaan pelayanan rumah sakit, klinik kesehatan dan lembaga medis lainnya; ketersediaan personil medis; ketersediaan obat-obatan; dan lainnya. Sedang maksud prinsip aksesibilitas adalah akses pelayanan kesehatan bagi semua orang, tidak diskriminasi; akses untuk kelompok difable: orang cacat, anak-anak, lanjut usia, masyarakat adat; akses untuk penduduk miskin. Prinsip akseptabilitas (Keberterimaan) maksudnya adalah semua fasilitas kesehatan mesti dilaksanakan dan diberi penghormatan berdasarkan etika medis dan kebudayaan, seperti penghormatan budaya individu, kelompok minoritas, komunitas dan sensitif jender. Terakhir prinsip kualitas maksudnya adalah pelayanan medis harus berkualitas, mulai dari fasilitas rumah sakit, personil medis profesional, dan obat-obatan yang tidak kedaluarsa.
Pelayanan Kesehatan sebagai Pelayanan Publik
Sebagai kewajiban negara maka pelayanan kesehatan merupakan domain pelayanan publik atau pelayanan umum versi Peraturan Walikota Makassar No 7/2008. Walikota dan semua perangkat pemerintahan kota dalam bidang kesehatan memiliki kewajiban untuk pemenuhan kebutuhan dasar berdasarkan empat prinsip hak atas kesehatan seperti yang disebutkan diatas.
Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi standar pelayanan publik seperti customer’s charter, customers service standard, customer redress, customers complaint system dan customer information system. Secara singkat dapat dijelskan berikut ini : Customer’s charter adalah sebuah dokumen yang berisi hak dan kewajiban penyedia layanan dan konsumen/penerima layanan serta berisi sanksi bagi kedua pihak jika tidak memenuhi kewajiban sesuai yang ditetapkan. Customers service standard adalah standar pelayanan minimum yang ditetapakan oleh penyelenggara layanan. Customer redress merupakan penyediaan mekanisme ganti rugi kepala konsumen/penerima layanan apabila penyelenggara layanan tidak memenuhi kewajibannya seperti yang tertera dalam customer’s charter dan customers service standard. Customers complaint system adalah system penanganan keluhan konsumen/penerima layanan. Sedang customer information system adalah adanya suatu sistem informasi pelayanan yang dapat diakses oleh konsumen/penerima layanan sehingga proses pelayanan dapat berlangsung tertib dan lancar.
Selain itu dikenal pula konsep quality guarantees dan quality inspectors. Quality guarantees adalah adanya jaminan pelayanan yang diberikan dengan mutu yang baik. Sedang quality inspectors adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk bertanggungjawab menjaga kualitas pelayanan.
Semua proses pelayanan publik (pelayanan kesehatan) harus diawasi oleh lembaga independen yang diberi tugas melakukan pengawasan dan penilaian pelaksanaan pelayanan publik. Disinilah kehadiran komisi ombudsman sebagai badan mandiri yang bebas dari intervensi penyelenggara pelayanan publik.
Komisi ombudsman yang akan dibentuk oleh Pemerintah Kota Makassar akan bertugas memonitor praktek pelayanan kesehatan, sebagai salah satu jenis pelayanan umum. Pada kasus Kota Makassar (Fajar, 7 Juni 2008), jumlah penduduk yang disubsidi kesehatan gratis APBD Makassar sebesar 654.477 (53,5%) dari total jumlah penduduk sebanyak 1.223.540 jiwa. Angka tersebut didapat dari kepesertaan warga dalam Askes, Askeskin & Jamsostek dengan proporsi : peserta Askes : 172.769 (14,1%), peserta Askeskin : 336.004 (27,5%), dan peserta Jamsostek : 60.290 (4,9%). Jumlah diatas adalah gambaran awal peta konsumen/penerima layanan yang akan dilayani penyelenggaran pelayanan umum di bidang kesehatan, yang tentu saja layak dimonitor oleh Komisi Ombudsman Kota Makassar bila terbentuk.
(Fatmah Afrianty Gobel, Dosen FKM UMI Makassar. Tulisan ini dimuat di Harian Fajar, 14 Juli 2008)

2 Maret 2009 Posted by | Uncategorized | , | 1 Komentar