Blog Yanti Gobel

Ilmu dan Amal Padu Mengabdi

Perilaku Seksual Remaja dan Kesehatan Reproduksi

Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia terakhir Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan sebanyak 5.912 wanita di umur 15-19 tahun secara nasional pernah melakukan hubungan seksual. Sedangkan pria di usia yang sama berjumlah 6.578, atau 3,7 persen pernah melakukan hubungan seks. Namun yang mengejukan kasus hubungan seks pranikah ini justru terjadi di pedesaan. Jika dilihat persentasi tempat antara di perkotaan dan di desa, maka di desa jumlahnya lebih besar dibanding perkotaan. Perkotaan 0,9 persen, kalau di perdesaan 1,7 persen. Alasannya, tingkat pendidikan warga desa yang rendah berpengaruh terhadap hubungan seks. Tidak tamat atau tidak lulus SD, ada 4,2 persen untuk wanita dan 6,5 untuk pria. Tamat SD untuk wanita 1,4 persen, sedangkan pria, 4,7 persen. Adapun yang tidak taman SMA untuk wanita 1,1 persen, sedangkan pria 5,4 persen. Tamatan di atas SMA, dari D1-S 1 mencapai 1,1 persen untuk perempuan dan 8,6 untuk pria.(okezone.com, 29/11/2010).
Data BKKBN tidak berbeda jauh dengan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Sebagaimana diketahui, pada bulan Juni 2010 silam, Komnas PA pernah merilis data bahwa 62,7 persen remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan. Survei Komnas PA dilakukan terhadap 4.500 remaja pada 12 kota besar seluruh Indonesia. Artinya seks bebas telah menjadi “idiologi” baru dikalangan remaja dan pemuda.
Terlepas dari metodologi penelitian yang digunakan dalam survey Komnas Perlindungan Anak, data tersebut bisa menjadi cermin betapa pemuda sekarang ini begitu permisif terhadap hubungan seksual. Apalagi bila melihat hasil survey tersebut lebih dalam seperti data bahwa 93,7 persen siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 persen remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97 persen remaja SMP dan SMA pernah melihat film forno. Ternyata remaja SMP tergolong memiliki banyak pengetahuan seksual lebih banyak daripada remaja SMA.
Sebelumnya, pada tahun 2003 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) melakukan survey pada lima kota, di antaranya Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Hasil survei PKBI menyatakan bahwa mampir 50 persen remaja perempuan Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah (Republika, 01/03/2007). Sementara penelitian pada 2005 dilakukan terhadap 2.488 responden di Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang, dan Kupang menemukan bahwa sebanyak 85 persen remaja berusia 13-15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka, 52 persen yang memahami bagaimana kehamilan bisa terjadi, 50 persen dari remaja itu mengaku menonton media pornografi, di antaranya VCD dan hubungan seks itu dilakukan di rumah sendiri.
BPS pernah melakukan Survei Kesehatan Remaja Indonesia (SKRRI) pada tahun 2002-2003 menyebutkan bahwa sebanyak 57,5 persen laki-laki berusia 20-24 tahun yang belum menikah memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual dan sebanyak 43,8 persen yang berusia 15-19 tahun. Sedangkan sebanyak 63 persen perempuan berusia 20-24 tahun belum menikah yang memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual, perempuan berusia 15-19 tahun belum menikah yang memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 42,3 persen.
Kesimpulan hasil SKRRI 2002-2003 menunjukkan bahwa hubungan seksual sebelum menikah umumnya masih ditolak. Namun dalam kondisi tertentu penduduk usia 15-24 tahun belum menikah memberikan toleransi yang cukup besar bagi seseorang melakukan seks pra nikah, terutama jika telah merencanakan untuk menikah. Sekitar 29,6 persen diantara laki-laki berusia 15-24 tahun belum menikah yang setuju dengan seks pra nikah menyatakan bahwa perilaku tersebut boleh dilakukan jika pasangan tersebut akan menikah dan 26,5 persen menyatakan bahwa perilaku tersebut boleh dilakukan jika pasangan tersebut saling mencintai.
Sementara itu beberapa penelitian perilaku seksual remaja/pemuda untuk tingkat lokal dengan hasil yang hampir sama. Misalnya penelitian yang dilakukan sebuah LSM lokal Cianjur, Annisa Foundation pada Juli-Desember 2006 terhadap 412 responden, yang berasal dari 13 SMP dan SMA negeri serta swasta : 42,3 persen pelajar SMP dan SMA di Cianjur telah melakukan hubungan seksual, hubungan seks itu dilakukan suka sama suka, dan bahkan ada yang berganti-ganti pasangan, sebanyak 90 persen menyatakan paham nilai-nilai agama, dan mereka tahu itu dosa, sebagian besar mereka menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas, sebanyak 12 persen menggunakan metode coitus interuptus.
KISARA PKBI Bali pernah melakukan sebuah survey pada bulan Agustus 2002 hingga Agustus 2003 mengenai sikap dan prilaku pacaran dan aktivitas seksual pada siswa SMP kelas 3 hingga SMA kelas 1 (di bawah 17 tahun) di sekolah di daerah Denpasar, Badung,Tabanan dan Gianyar. Tercatat bahwa yang pernah pacaran adalah sejumlah 526 atau 23,75 persen dari total 2215 responden. Tidak satupun (0 persen) yang menyatakan bahwa hubungan seksual sebelum menikah itu boleh. Hal yang sama ditemukan pada pertanyaan apakah aktivitas petting, anal seks, oral seks diperbolehkan selama belum menikah. Yang diperbolehkan menurut responden adalah masturbasi, disebutkan oleh 44,15 persen responden, ciuman bibir (21,58%), cium kening/pipi (55,85). Tetapi ketika ditanyakan dengan aktivitas mana yang sudah mereka lakukan (dihitung dari yang sudah pernah pacaran), ditemukan data bahwa 2,28 persen sudah melakukan hubungan seksual, dan 0,57 persen sudah melakukan salah satu dari petting, anal seks, oral seks. Ciuman bibir sudah dilakukan oleh 13,12 persen responden yang sudah pernah pacaran, ciuman kening/pipi (26,24%), masturbasi dilakukan oleh 51,63 persen laki-laki, pada perempuan 3,32 persen.
Penelitian seksual remaja pada dekade sebelumnya menujukkan hasil yang hampir sama dengan persentase yang sedikit berbeda. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun, 20 persen di antaranya remaja. Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53 persen pernah melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah berhubungan seksual (Nurul Muzayyanah, 2008).
Penyebab dan Solusi
Globalisasi informasi melalui media telah menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja dan pemuda pada umumnya. Eksploitasi seksual dalam televisi, majalah, video klip, media online dan film-film banyak mempengaruhi kaum muda melakukan aktivitas seks secara bebas. Pengumbaran adegan seks melalui tayangan media tersebut mendorong para remaja/pemuda menganggap kegiatan seks bebas dilakukan oleh siapapun dan dimanapun tanpa memandang sisi etika. Remaja dan pemuda zaman sekarang rentan melakukan seks bebas akibat perkembangan teknologi informasi yang menyebar secara bebas.
Penetrasi media terhadap perubahan perilaku seksual remaja dan pemuda akibat tidak dibarengi oleh pendidikan seks yang memadai di rumah oleh orang tua. Akibatnya media menjadi tempat bagi anak-anak remaja untuk memahami seks yang distortif. Media online dan film utamanya, melakukan distorsi informasi seks sebagai kegiatan menyenangkan dan bebas dari resiko seperti resiko tertular penyakit kelamin.
Hasil penelitian pengaruh media terhadap perilaku seks kaum muda dengan mengambil sampel sebanyak 1,017 remaja berusia 12 sampai 14 tahun dari Negara bagian North Carolina, AS yang disuguhi 264 tema seks dari film, televisi, pertunjukan, musik, dan majalah selama 2 tahun berturut-turut pernah dipublikasikan dalam jurnal American Academy of Pediatrics, dan Journal of Adolescent Health. Jane Brown, ilmuwan dari Universitas North Carolina yang memimpin proyek penelitian ini, menulis bahwa semakin banyak remaja disuguhi dengan eksploitasi seks di media, maka mereka akan semakin berani mencoba seks di usia muda. Sebelumnya para peneliti ini telah menemukan hubungan antara tayangan seks di televisi dengan perilaku seks para remaja. Hasil penelitian tersebut belum melihat bagaimana dampak informasi seks di internet pada perilaku seks remaja.
Sebagai usulan solusi kebijakan, diperlukan penyusunan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi tingkat SLTP maupun SLTA dalam mata pelajaran biologi dan mata pelajaran agama sehingga memungkinkan terjadi proses pendidikan seks secara sehat. Selain pendidikan seks di sekolah, peran orangtua juga penting sebagai agen sosialisasi pendidikan seks di dalam keluarga. Sebelum anak-anak mendapatkan informasi tentang seksual melalui media massa dan saluran media online yang cenderung distorsif, maka semestinya pihak keluargalah yang pertama melakukan sosialisasi pendidikan seksual dengan cara-cara yang tepat.

2 Desember 2010 Posted by | Uncategorized | , , , | Tinggalkan komentar