Blog Yanti Gobel

Ilmu dan Amal Padu Mengabdi

Limbah Mercury Ancam Kesehatan Masyarakat Aceh

Sebuah media online memberitakan bahwa PT Exxon Mobil membuang limbah mercury (Hg) atau logam raksa ke sawah dan sungai di Cluster I Syamtalira Aron, di Desa Hueng, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara. Akibatnya areal sawah warga rusak dan sungai tercemar. Bagi warga yang menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci atau sebagianya, mengalami gatal-gatal. Bukan itu saja, bahkan didapati banyak ikan yang mati karena limbah mercury milik PT Exxon Mobil. Kini masih berada di PPLI Bogor untuk diteliti terkait kadar zat berbahaya terkandung di lokasi pemboran minyak tersebut (www.rakyataceh.com, 19/10/2010).
Kejadiannya, menurut mantan pekerja Exxon Terpiadi A Majid, saat itu sedang terjadi hujan besar sehingga penampungan air di dalam Cluster I meluap. Kemudian penutup dibuka oleh petugas Exxon sehingga mengalir ke sawah dan irigasi. Warga pun mengadakan protes dan meminta Exxon menghentikan pembuangan. Pihak PT Exxon Mobil mengadakan aksi peduli dengan membersihkan lokasi temuan mercury. Menurut media tersebut, dalam rentang waktu mulai tahun 1977 sampai sekarang perusahaan itu telah memproduksi bahan B3 alias zat kimia berbahaya termasuk mercury dalam jumlah besar. Namun sampai saat ini, perusahaan Amerika itu masih merahasiakan keberadaan limbah kimia yang diproduksinya, apakah ditanam dalam tanah atau dibuang ke daerah lain.
Menurut Direktur Walhi Aceh, TM Zulfikar, merkuri adalah produk sampingan dalam proses pemurnian gas alam seperti ExxonMobile. Merkuri bersama zat-zat pengotor lainnya, seperti sulfur dan air dipisahkan dari fraksi-fraksi gas alam lain. Ciri merkuri adalah cairan berwarna kuning keemasan, cairan tersebut bisa mematahkan logam apabila dimasukkan ke dalam cairan. Sesuai dengan Permen LH No 18/2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 pasal 2 ayat (2) disebutkan, penghasil limbah B3 tidak dapat melakukan kegiatan penggumpalan limbah B3 sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf c. Dengan demikian, pihak ExxonMobile sebagai penghasil limbah tidak diperkenankan mengelola limbah merkurinya sendiri, tetapi harus menyerahkannya kepada pihak lain. Namun, sejauh ini belum terdengar siapa pengelola limbah ini.
Tidak hanya di Aceh Utara, di Kabupaten Aceh Selatan pun limbah mercury banyak bertebaran pada areal pengolahan emas tradisional di Gunung Alue Buloh, Desa Panton Luas, Kecamatan Sawang. Tambang emas di kawasan Gunung Alue Buloh, Sawang itu sendiri adalah milik daerah sehingga merupakan asset pemerintah kabupaten Aceh Selatan. Tempat pengolahan emas gelondongan di Sawang sudah mencapai 114 unit (Serambinews.com).
Pada penambangan emas tradisional, merkuri digunakan untuk memisahkan butiran emas dari tanah, pasir atau bebatuan. Para penambang emas tradisional demi mendapatkan butiran emas, setiap hari mengguyurkan merkuri ke pasir, tanah, dan bebatuan. Di Kecamatan Sawang terdapat sungai Krueng Sawang yang airnya diperkirakan sudah terkontaminasi limbah merkuri karena bagian terbesar dari limbah merkuri itu hanyut ke sungai selain terserap oleh tanah. Penambang emas juga kadang menggunakan Tromol, sebuah alat berat pengolahan biji dan pasir menjadi emas dengan menggunakan air keras.
Pemerintah Aceh Selatan berada pada situasi dilematis antara kepentingan ekonomi, dan ekologi. Apabila penambangan emas tradisional itu dihentikan dan ditutup maka akan berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar, sementara bila dibiarkan akan mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat sebagai dampak negatif dari bahan berbahaya dan beracun (B3) limbah merkuri. Solusi yang dipertimbangkan adalah menggunakan zat lain yang ramah lingkungan untuk memisahkan emas sebagai logam mulia dari tanah, pasir, atau bebatuan.
Kasus pencemaran merkuri di Aceh Selatan mirip dengan kasus pencemaran merkuri di Gorontalo akibat aktivitas penambangan emas tradisional. Berdasarkan informasi dari Djamaludin Nento, Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Bone Bolango, Rabu (9/6), ada empat aliran sungai yang ada di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, yakni Sungai Tulabolo, Mohutango, Bone, dan Sungai Tapa Daa telah tercemar limbah merkuri pada delapan titik dengan perincian: di Sungai Tulabolo, ada tiga titik yang tercemar limbah merkuri, Sungai Mohutango satu titik, sungai Bone tiga titik, dan Sungai Tapa Daa satu titik. Keempat sungai besar itu merupakan penyangga kehidupan masyarakat Gorontalo, baik untuk kebutuhan air minum dari PDAM, mandi, serta untuk kebutuhan pertanian. Air di sungai itu untuk sementara masih bisa dikonsumsi karena masih berada di bawah ambang batas rata-rata baku mutu air yakni di bawah 0,02 miligram per liter air (tempointeraktif.com).
Ancaman Penyakit
Dari aspek kesehatan masyarakat, limbah merkuri dapat menimbulkan penyakit berbahaya yang dapat menyerang sistem saraf dan otak manusia melalui aliran darah yang disebut Minamata Disease (Penyakit Minamata). Bahaya merkuri akan terlihat lima hingga 20 tahun mendatang. Gejala klinis seseorang yang menderita Penyakit Minamata adalah kerusakan pada otak, gagap bicara, hilangnya kesadaran, sulit tidur, kaki dan tangan terasa dingin, gangguan penciuman, bayi-bayi yang lahir cacat hingga menyebabkan kematian. Penyakit Minamata dapat juga menyerang hewan yang menghirup udara yang mengandung merkuri atau memakan bahan makanan yang tercemar merkuri.
Sejarah munculnya Minamata Disease, pada 1956 sekitar 2.000-3.000 jiwa penduduk kota Minamata, Jepang di dera penyakit aneh akibat pencemaran limbah mercury atau juga disebut air raksa di teluk Minamata. Saat itu terjadi gelombang pasien dengan gejala sama, yakni kerusakan sistem syaraf yang dilaporkan Direktur Rumah Sakit Ciso kepada Pusat Kesehatan Masyarakat Minamata. Limbah merkuri di Perairan Minamata berasal dari perusahaan Nippon Mitrogen Vertilaser (Ciso Go LTD) yang memproduksi pupuk urea. Minamata adalah kota nelayan kecil pada sebuah teluk menghadap ke laut Siranul, Jepang.
Setelah 12 tahun epidemi penyakit yakni pada tahun 1968, barulah pemerintah Jepang mengakui bahwa penyakit aneh tersebut bersumber dari limbah perusahaan Nippon Mitrogen Vertilaser yang dibuang ke Perairan Minamata. Pada 22 Juli 1959, Kelompok Penelitian Penyakit Minamata mengambil kesimpulan di akhir penemuan: ”Penyakit Minamata merupakan suatu penyakit neurologis yang disebabkan oleh konsumsi ikan dan kerang-kerangan lokal, dan merkuri telah menarik perhatian besar sebagai racun yang telah mencemari ikan dan kerang-kerangan.”
Di wilayah Indonesia pun pernah terjadi Penyakit Minamata menimpa penduduk di Teluk Buyat, Sulawesi Utara akibat pencemaran merkuri oleh perusahaan pertambangan PT Newmont Minahasa Raya (NMR) pada Agustus 2004 silam. Koordinator Masyarakat Korban Pencemaran Desa Buyat Pantai, Mansyur L menyebutkan bahwa hampir 50 persen dari sekitar 270 warga Desa Buyat Pantai terjangkit penyakit berupa kepala pusing terus menerus, kram pada sejumlah bagian tubuh, serta munculnya benjolan disejumlah bagian tubuh. Pemeriksaan sampel darah empat warga Buyat Minahasa, oleh Pusat Kajian Resiko dan Keselamatan Lingkungan, Fakultas MIPA UI menegaskan, kandungan merkuri didalam darah warga tersebut berada diatas batas normal yaitu 8 mikrogram perliter.
Hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) ketika itu, menyebutkan bahwa kadar merkuri di hati ikan 9,1 mg/g. Merkuri dari tambang terbuang setiap kali proses 14,5%, sedangkan gas sebesar 2,5%. Kadar pada sedimen dan ikan mencapai 0,116-13,87 ppm. Yang paling lebih berbahaya adalah limbah dalam bentuk senyawa organik (metal merkuri) yang larut dalam air, lemak dan dapat terakumulasi pada biota air termasuk ikan. Metil merkuri sangat berbahaya karena mampu diserap tubuh hingga 95% dan bisa tertimbun dalam ginjal, otak, janin, otot, dan hati manusia.
Pengalaman pencemaran limbah merkuri di Minamata, Jepang dan di Teluk Buyat, Sulawesi Utara seyogyanya dapat menjadi pelajaran pada pemerintah dan masyarakat Aceh betapa berbahayanya limbah merkuri pada aspek kesehatan masyarakat. Pendekatan ekologi dan kesehatan masyarakat jauh lebih penting ketimbang pajak dan royalty dari penambangan ExxonMobile di Aceh Utara serta pertimbangan ekonomi dari pertambangan emas tradisional di Aceh Selatan.

4 Februari 2011 Posted by | Uncategorized | , , , | Tinggalkan komentar

Epidemiologi Penyakit Malaria di Indonesia

Perbincangan tentang penyakit malaria diangkat kembali oleh A.Arsunan Arsin yang memilihnya menjadi topik utama dalam pidato pengukuhan guru besar dalam bidang epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Kamis (23/12/10). Menurutnya, penyakit malaria sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat tak lepas dari unsur segitiga epidemiologit, dimana manusia sebagai host, parasit plasmodium sebagai agent dan kondisi lingkungan (environment) yang mendukung. Sementara penyakit merupakan outcome dari adanya interaksi antara host, agent dan environment. Dalam ilmu epidemiologi sering disebut dengan segitiga epidemiologi yakni hubungan timbal balik antara host (pejamu), agent (penyebab penyakit) dan environment (lingkungan). Penyakit terjadi karena adanya ketidak-seimbangan (inbalancing) dari ketiga komponen tersebut.
Lebih lanjut disebutkan bahwa penyakit malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan tingkat endemisitas yang berbeda-beda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah P.vivax dan P.falciparum. Penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung Sporozoit. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi penularan dengan bentuk Tropozoit, misalnya melalui transfusi darah, melalui plasenta dari ibu kepada bayinya dan penularan melalui jarum suntik yang terkontaminasi.
Penyakit malaria berkaitan dengan keterbelakangan dan kemiskinan serta berdampak pada penurunan produktifitas kerja dan penurunan tingkat kecerdasan anak usia sekolah. Sampai saat ini malaria masih menjadi fokus perhatian utama dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit menular baik regional maupun global dan penyakit ini masuk dalam kategori “re-emergency disease”. Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya upaya pengendalian malaria sebagai salah satu isu penting pencapaian millennium development goals (MDGs) atau tujuan pembangunan millenium. Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 237 (BPS, 2010) dan 40 persen diantaranya tinggal di daerah dengan risiko penularan malaria atau lebih dari 100 juta orang hidup di daerah endemi malaria. Diperkirakan 15 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan hanya 20 persen diobati di sarana pelayanan kesehatan.
Pada bagian akhir pidatonya, disebutkan bahwa dari aspek epidemiologi, beberapa faktor yang berinteraksi dalam kejadian dan penularan penyakit malaria, antara lain: Faktor host (manusia); Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin karena berkaitan dengan perbedaan tingkat kekebalan dan frekuensi keterpaparan gigitan nyamuk. Faktor Agent (plasmodium); Penyakit malaria adalah suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium (Class Sporozoa). Pada manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang, yaitu P.falciparum, P.vivax, P.malariae, dan P.ovale (Bruce-Chwatt, 1980). Faktor Lingkungan; beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di Indonesia, antara lain: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian, angin), lingkungan biologik dan lingkungan sosial-budaya.
Penanganan Penyakit
Penyakit malaria, sejak tahun 1950 telah berhasil dibasmi di hampir seluruh benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian benua Afrika dan Asia Tenggara yang pada umumnya negara berkembang dan berada pada wilayah tropis. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Diperkirakan sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya, sekitar 1 persen diantaranya berakibat fatal berupa kematian.
Sejarah penanganan penyakit malaria, sejak tahun 1638 telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina. Kina mampu menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah meski merupakan tumbuhan beracun. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine (quinacrine hydrocloride) yang kadar racunnya lebih rendah, sehingga dianggap lebih efektif daripada quinine. Sejak akhir perang dunia kedua (sekitar tahun 1945), dibandingkan dengan Atabrine atau quinine, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga dianggap lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria. Obat tersebut (klorokuin) juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu (Atabrine dan quinine ) serta terbukti efektif karena tidak perlu digunakan secara terus menerus.
Namun perkembangan terbaru memperlihatkan adanya strain yang memiliki daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain dari strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika. Strain jenis ini ditemukan terutama di wilayah Asia Tenggara (Vietnam dan Malaysia), Amerika Selatan dan Afrika. Strain plasmodium falciparum juga kebal terhadap obat-obatan dari getah batang pohon kina. Akibat munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Fakta lain juga membuktikan jenis nyamuk pembawa malaria (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT.
Saat ini penggunaan Mefloquine telah terbukti efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin. Penggunaan Mefloquine bisa sebagai pengobatan dan sebagai pencegahan, sementara proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan. Para ahli juga sedang meneliti efek samping yang merugikan dari penggunaan Mefloquine. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap klorokuin.
Pendekatan Kesmas
Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria dalam pendekatan ilmu kesehatan masyarakat berfokus pada upaya preventif. Ilmu kesehatan masyarakat dalam hal ini epidemiologi berupaya menemukenali faktor-faktor risiko seseorang terjangkit penyakit malaria agar dapat menghindarkan diri dari serangan penyakit malaria.
Cara penularan penyakit malaria melalui gigitan nyamuk malaria (anopheles). Apabila nyamuk anopheles menggigit orang sehat maka parasit akan di tularkan ke orang sehat tersebut dan akan berkembang biak. Selanjutnya menyerang sel-sel darah merah hingga orang sehat tersebut akan sakit malaria dalam waktu kurang lebih 12 hari. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sehingga menyebabkan demam.
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain: (1) Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan demam muncul setiap hari ketiga. (2) Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan demam setiap hari keempat. (3) Malaria serebral, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, penderita mengalami demam tidak teratur dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan kematian yang mendadak. (4) Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat.
Dalam kesehatan wisata (travel health), para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika Tengah diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah) seiring peningkatan prevalensi penyakit malaria, apalagi para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang sedang mewabah. Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa minggu setelah kembali dari bepergian.
Beberapa upaya pencegahan penyakit malaria adalah menghindari gigitan nyamuk dengan cara tidur memakai kelambu, menggunakan obat nyamuk, memakai obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa pada ventilasi, menjauhkan kandang ternak dari rumah, dan mengurangi berada di luar rumah pada malam hari. Upaya lainnya adalah menebarkan ikan pemakan jentik, seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair dll. Upaya berikutnya adalah membersihkan lingkungan, menimbun genangan air, membersihkan lumut, gotong royong membersihkan lingkungan sekitar. Upaya selanjutnya adalah pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria, minum obat doksisilin 1 x 1 kapsul/ hari sampai 2 minggu setelah keluar dari lokasi endemis malaria.

7 Januari 2011 Posted by | Uncategorized | , , , | 2 Komentar

Catatan Akhir Tahun 2011 Program Kesehatan Gratis

Setiap akhir tahun, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam lingkup pemerintah provinsi Sulawesi Selatan mempresentasikan pemaparan hasil kerja dan program kerja. Dinas Kesehatan adalah salah satu SKPD yang turut memaparkan program kerja pada Senin 13 Desember 2010 oleh Kepala Dinas Kesehatan, dr Rahmat Latief Sp.PD, M.Kes.
Sebagaimana terungkap ke publik melalui media, isu terbaru kaitannya program kesehatan gratis adalah rencana pemihakketigaan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) dengan memasukkan satu item layanan baru yakni operasi plastik. Jenis operasi plastik yang bisa diperoleh pasien Jamkesda untuk cacat fungsional, misalnya pasien luka bakar dibagian tangan yang mengganggu fungsi pergerakan, maka mendapat tanggungan jamkesda. Operasi yang bersifat darurat (life saving), kecelakaan lalulintas yang membutuhkan penanganan darurat, operasi atau bedah saraf seperti penanganan pasien hydrocepallus, layanan CT Scan yang bersifat darurat juga akan diupayakan masuk dalam Jamkesda. Klaim layanan operasi plastik akan menambah 14 item besar program kesehatan gratis pada tahun 2011.
Rencana pemihakketigaan program kesehatan gratis kepada perusahaan asuransi kesehatan sudah berproses di Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan. Adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Umat DPRD Sulawesi Selatan mengusulkan program pembiayaan kesehatan gratis dilaksanakan sepenuhnya oleh PT Askes. Fraksi PKS beralasan agar tidak ada lagi alasan bagi kabupaten/kota untuk tidak memenuhi kewajibannya dalam pengaloksian anggaran kesehatan sebab pada tahun anggaran 2009 banyak kabupaten/kota yang tidak memenuhi kewajibannya merealisasikan anggaran 60 persen dari total biaya kesehatan sehingga total anggaran kesehatan gratis kabupaten/kota hanya mengandalkan pembiayaan dari Pemprov Sulsel. Pada tahun 2010, total anggaran program kesehatan gratis Sulsel sebesar Rp 240 miliar. Sikap pemerintah kabupaten/kota itu dinilainya melanggar Nota Kesepahaman (MOU) tentang pembiayaan kesehatan gratis 40 persen ditanggung kabupaten dan 40 persen ditanggung provinsi.
Kabupaten Sinjai adalah salah satu kabupaten yang menolak program kesehatan gratis pemprov Sulsel didaerahnya dengan alasan telah menjalankan program itu melalui Jamkesda. Padahal Jamkesda yang dimiliki Kabupaten Sinjai hanya bersifat intern yakni hanya berlaku saat pasien berobat pada penyelenggara layanan kesehatan di dalam wilayah Kabupaten Sinjai. Ketika pasien tersebut dirujuk untuk berobat diluar Kabupaten Sinjai, otomatis menjadi tanggungan pemprov melalui program kesehatan gratis yang tetap dialokasikan kepada Kabupaten Sinjai sebesar 40 persen. Pemprov Sulsel telah menyediakan Rumah Sakit Sayang Rakyat untuk mendapatkan pelayanan maksimal dan akan mendapatkan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 17 miliar.
Konsekwensi pemihakketigaan mengharuskan pemerintah provinsi membayar premi asuransi kesehatan sebesar Rp 5.000 per jiwa per bulan. Besaran premi Rp 5.000 per orang merupakan penawaran langsung PT Askes untuk melaksanakan program kesehatan gratis Sulsel selama satu tahun. Sistem premi ini menanggung sekitar 4,8 juta penduduk Sulawesi Selatan dengan total anggaran dari APBD Provinsi sebesar Rp. 175 miliyar. Model pembiayaan kesehatan di Malaysia menggunakan sistem premi sebesar Rp 7.500 sebagai biaya administrasi. Biaya tersebut sudah mencakup semua jenis layanan.
Program Kesehatan Gratis di Sulawesi Selatan dibawah payung hukum Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2008 tertanggal 01 Juli 2008. Dalam implementasinya dibagi atas tiga tahapan: tahap uji coba (tahun 2008-2009), tahap pemantapan (tahun 2010-2011) dan tahap pengembangan (tahun 2012-2013). Fokus bantuan program kesehatan gratis diberikan pada warga yang belum terlindungi jaminan kesehatan sekitar 4.427.896 atau 58,8 persen. Dinas Kesehatan mengasumsikan 4.298.110 jiwa yang belum terjangkau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Saat ini penduduk didalam wilayah Sulsel yang belum memiliki jaminan sosial diperkirakan masih sekitar 43 persen. Jumlah inilah yang nantinya akan menjadi sasaran program kesehatan dengan model pembiayaan gratis, sedangkan bagi yang sudah ter-cover dalam Jamkesmas dan askes sudah tidak ditanggung lagi.
Program pelayanan kesehatan gratis adalah semua pelayanan kesehatan dasar yaitu puskesmas dan jaringannya termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas terapung, serta rujukan bagi kelas 3 di rumah sakit pemerintah dan menggunakan obat generik. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ini, masyarakat harus menunjukkan kartu peserta atau cukup memperlihatkan kartu KTP atau kartu keluarganya. Sementara jika masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut, maka Puskesmas dan jaringannya akan merujuk ke rumah sakit tingkat daerah.
Hasil Penelitian
Sebagai sebuah obyek penelitian, program kesehatan gratis belum banyak dikaji secara ilmiah oleh peneliti independen untuk mendapatkan informasi sebagai bahan evaluasi. Hasil penelitian tentang kesehatan gratis hanya berasal dari institusi pemerintah yakni Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sulsel. Balitbangda Sulsel bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unhas pernah mengadakan penelitian implementasi program kesehatan gratis di layanan RS berdasarkan kepesertaan, kelas perawatan, hak pelayanan sesuai petunjuk teknis program sudah berjalan baik kecuali obat yang masih ditemukan peresepan obat paten maupun pencatatan administrasi keuangan yang tidak standar. Penelitian dilaksanakan pada empat RS yakni RSUD Sultan Dg Radja Bulukumba (wilayah selatan), RS Labuang Baji (gerbang selatan Makassar) dan RS Daya (gerbang utara Makassar), serta RSUD Andi Makkasau Parepare (wilayah utara).
Populasi sampel dalam penelitian yang dipimpin Ketua Tim Pelaksana Dr dr Citrakesumasari M.Kes adalah semua pasien rawat inap yang masuk RS di bulan Agustus-September 2010. Dengan sampel penelitian adalah peserta program kesehatan gratis yang rawat inap di empat RS rujukan program Jamkesda tersebut dengan total 471 pasien.
Terdiri dari 151 sampel di RS Andi Makkasau, 106 di RS Daya, 99 di RS Sultan Dg Rajja, dan 115 di RS Labuang Baji, dengan usia di atas 15 tahun.
Dalam penelitian ini ditemukan pasien yang seharusnya tidak menjadi peserta program kesehatan gratis. Sedangkan kepuasan pasien di keempat RS dipersepsi puas berdasarkan lima dimensi kepuasan. Namun, beberapa sub dimensi masih dipersepsikan buruk oleh pasien seperti perawat yang masih membeda-bedakan dalam pelayanan, kurangnya persediaan alat medis dan non medis, sampai kebersihan lantai kamar mandi dan seprei.
Berdasarkan hasil penelitian itu, Balitbangda merekomendasikan kebijakan agar program kesehatan gratis disempurnakan dalam administrasi database, pelayanan, maupun perbaikan di bidang keuangan. Hafid menambahkan pembiayaan kesehatan diberi porsi yang lebih besar untuk promosi dan langkah preventif terutama masalah kesehatan ibu dan anak. Mengupayakan asupan pasien RS untuk memenuhi asupan gizi. Selain itu, ia mengimbau agar tenaga kesehatan di RS agar tidak memberikan informasi dan kesan perbandingan tindakan pelayanan yang memberi kesan program ini berkualitas rendah serta meluruskan pengetahuan pasien terutama tentang obat generic.
Saran dan Harapan
Program kesehatan gratis yang diberikan sebenanrnya adalah pengobatan gratis karena konsep sehat dan kesehatan sangat luas cakupannya, bukan hanya masalah pengobatan (kuratif) tetapi juga menyangkut promosi kesehatan dan pencegahan agar orang tidak sakit. Dalam teori kesehatan masyarakat, diasumsikan 85 persen penduduk untuk menjaga kesehatannya dengan pola hidup sehat, sisanya maksimal 15 persen diasumsikan menderita kesakitan yang mendapat pengobatan.
Berangkat dari konsep kesehatan masyarakat, maka seyogyanya alokasi anggaran program kesehatan gratis diperuntukkan bagi upaya-upaya promotif-preventif kepada penduduk agar tidak menderita kesakitan. Bila angka kesakitan dan kematian penduduk semakin tinggi, maka bisa dianggap pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan masyarakat. Karena program kesehatan gratis harus dikembalikan dan diluruskan sebagai upaya promosi hidup sehat. Apalagi esensi kehadiran pemerintah bukan mengurusi kesehatan orang per orang, tetapi kesehatan orang banyak (masyarakat).
Namun demikian, program kesehatan gratis di Sulawesi Selatan yang sejatinya membantu pengobatan masyarakat minus pemeliharaan kesehatan tetap perlu diapresiasi sebagai sebuah upaya-upaya menuju masyarakat sehat. Kita tahu, tahun 2010-2011 adalah tahap pemantapan program ini, maka diharapkan semoga pelaksanaan program ini pada tahun 2011 mendatang akan semakin banyak masyarakat yang memanfaatkannya demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat Sulsel pada khususnya.

7 Januari 2011 Posted by | Uncategorized | , , , | Tinggalkan komentar

Perilaku Seksual Remaja dan Kesehatan Reproduksi

Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia terakhir Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan sebanyak 5.912 wanita di umur 15-19 tahun secara nasional pernah melakukan hubungan seksual. Sedangkan pria di usia yang sama berjumlah 6.578, atau 3,7 persen pernah melakukan hubungan seks. Namun yang mengejukan kasus hubungan seks pranikah ini justru terjadi di pedesaan. Jika dilihat persentasi tempat antara di perkotaan dan di desa, maka di desa jumlahnya lebih besar dibanding perkotaan. Perkotaan 0,9 persen, kalau di perdesaan 1,7 persen. Alasannya, tingkat pendidikan warga desa yang rendah berpengaruh terhadap hubungan seks. Tidak tamat atau tidak lulus SD, ada 4,2 persen untuk wanita dan 6,5 untuk pria. Tamat SD untuk wanita 1,4 persen, sedangkan pria, 4,7 persen. Adapun yang tidak taman SMA untuk wanita 1,1 persen, sedangkan pria 5,4 persen. Tamatan di atas SMA, dari D1-S 1 mencapai 1,1 persen untuk perempuan dan 8,6 untuk pria.(okezone.com, 29/11/2010).
Data BKKBN tidak berbeda jauh dengan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Sebagaimana diketahui, pada bulan Juni 2010 silam, Komnas PA pernah merilis data bahwa 62,7 persen remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan. Survei Komnas PA dilakukan terhadap 4.500 remaja pada 12 kota besar seluruh Indonesia. Artinya seks bebas telah menjadi “idiologi” baru dikalangan remaja dan pemuda.
Terlepas dari metodologi penelitian yang digunakan dalam survey Komnas Perlindungan Anak, data tersebut bisa menjadi cermin betapa pemuda sekarang ini begitu permisif terhadap hubungan seksual. Apalagi bila melihat hasil survey tersebut lebih dalam seperti data bahwa 93,7 persen siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 persen remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97 persen remaja SMP dan SMA pernah melihat film forno. Ternyata remaja SMP tergolong memiliki banyak pengetahuan seksual lebih banyak daripada remaja SMA.
Sebelumnya, pada tahun 2003 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) melakukan survey pada lima kota, di antaranya Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Hasil survei PKBI menyatakan bahwa mampir 50 persen remaja perempuan Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah (Republika, 01/03/2007). Sementara penelitian pada 2005 dilakukan terhadap 2.488 responden di Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang, dan Kupang menemukan bahwa sebanyak 85 persen remaja berusia 13-15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka, 52 persen yang memahami bagaimana kehamilan bisa terjadi, 50 persen dari remaja itu mengaku menonton media pornografi, di antaranya VCD dan hubungan seks itu dilakukan di rumah sendiri.
BPS pernah melakukan Survei Kesehatan Remaja Indonesia (SKRRI) pada tahun 2002-2003 menyebutkan bahwa sebanyak 57,5 persen laki-laki berusia 20-24 tahun yang belum menikah memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual dan sebanyak 43,8 persen yang berusia 15-19 tahun. Sedangkan sebanyak 63 persen perempuan berusia 20-24 tahun belum menikah yang memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual, perempuan berusia 15-19 tahun belum menikah yang memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 42,3 persen.
Kesimpulan hasil SKRRI 2002-2003 menunjukkan bahwa hubungan seksual sebelum menikah umumnya masih ditolak. Namun dalam kondisi tertentu penduduk usia 15-24 tahun belum menikah memberikan toleransi yang cukup besar bagi seseorang melakukan seks pra nikah, terutama jika telah merencanakan untuk menikah. Sekitar 29,6 persen diantara laki-laki berusia 15-24 tahun belum menikah yang setuju dengan seks pra nikah menyatakan bahwa perilaku tersebut boleh dilakukan jika pasangan tersebut akan menikah dan 26,5 persen menyatakan bahwa perilaku tersebut boleh dilakukan jika pasangan tersebut saling mencintai.
Sementara itu beberapa penelitian perilaku seksual remaja/pemuda untuk tingkat lokal dengan hasil yang hampir sama. Misalnya penelitian yang dilakukan sebuah LSM lokal Cianjur, Annisa Foundation pada Juli-Desember 2006 terhadap 412 responden, yang berasal dari 13 SMP dan SMA negeri serta swasta : 42,3 persen pelajar SMP dan SMA di Cianjur telah melakukan hubungan seksual, hubungan seks itu dilakukan suka sama suka, dan bahkan ada yang berganti-ganti pasangan, sebanyak 90 persen menyatakan paham nilai-nilai agama, dan mereka tahu itu dosa, sebagian besar mereka menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas, sebanyak 12 persen menggunakan metode coitus interuptus.
KISARA PKBI Bali pernah melakukan sebuah survey pada bulan Agustus 2002 hingga Agustus 2003 mengenai sikap dan prilaku pacaran dan aktivitas seksual pada siswa SMP kelas 3 hingga SMA kelas 1 (di bawah 17 tahun) di sekolah di daerah Denpasar, Badung,Tabanan dan Gianyar. Tercatat bahwa yang pernah pacaran adalah sejumlah 526 atau 23,75 persen dari total 2215 responden. Tidak satupun (0 persen) yang menyatakan bahwa hubungan seksual sebelum menikah itu boleh. Hal yang sama ditemukan pada pertanyaan apakah aktivitas petting, anal seks, oral seks diperbolehkan selama belum menikah. Yang diperbolehkan menurut responden adalah masturbasi, disebutkan oleh 44,15 persen responden, ciuman bibir (21,58%), cium kening/pipi (55,85). Tetapi ketika ditanyakan dengan aktivitas mana yang sudah mereka lakukan (dihitung dari yang sudah pernah pacaran), ditemukan data bahwa 2,28 persen sudah melakukan hubungan seksual, dan 0,57 persen sudah melakukan salah satu dari petting, anal seks, oral seks. Ciuman bibir sudah dilakukan oleh 13,12 persen responden yang sudah pernah pacaran, ciuman kening/pipi (26,24%), masturbasi dilakukan oleh 51,63 persen laki-laki, pada perempuan 3,32 persen.
Penelitian seksual remaja pada dekade sebelumnya menujukkan hasil yang hampir sama dengan persentase yang sedikit berbeda. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun, 20 persen di antaranya remaja. Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53 persen pernah melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah berhubungan seksual (Nurul Muzayyanah, 2008).
Penyebab dan Solusi
Globalisasi informasi melalui media telah menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja dan pemuda pada umumnya. Eksploitasi seksual dalam televisi, majalah, video klip, media online dan film-film banyak mempengaruhi kaum muda melakukan aktivitas seks secara bebas. Pengumbaran adegan seks melalui tayangan media tersebut mendorong para remaja/pemuda menganggap kegiatan seks bebas dilakukan oleh siapapun dan dimanapun tanpa memandang sisi etika. Remaja dan pemuda zaman sekarang rentan melakukan seks bebas akibat perkembangan teknologi informasi yang menyebar secara bebas.
Penetrasi media terhadap perubahan perilaku seksual remaja dan pemuda akibat tidak dibarengi oleh pendidikan seks yang memadai di rumah oleh orang tua. Akibatnya media menjadi tempat bagi anak-anak remaja untuk memahami seks yang distortif. Media online dan film utamanya, melakukan distorsi informasi seks sebagai kegiatan menyenangkan dan bebas dari resiko seperti resiko tertular penyakit kelamin.
Hasil penelitian pengaruh media terhadap perilaku seks kaum muda dengan mengambil sampel sebanyak 1,017 remaja berusia 12 sampai 14 tahun dari Negara bagian North Carolina, AS yang disuguhi 264 tema seks dari film, televisi, pertunjukan, musik, dan majalah selama 2 tahun berturut-turut pernah dipublikasikan dalam jurnal American Academy of Pediatrics, dan Journal of Adolescent Health. Jane Brown, ilmuwan dari Universitas North Carolina yang memimpin proyek penelitian ini, menulis bahwa semakin banyak remaja disuguhi dengan eksploitasi seks di media, maka mereka akan semakin berani mencoba seks di usia muda. Sebelumnya para peneliti ini telah menemukan hubungan antara tayangan seks di televisi dengan perilaku seks para remaja. Hasil penelitian tersebut belum melihat bagaimana dampak informasi seks di internet pada perilaku seks remaja.
Sebagai usulan solusi kebijakan, diperlukan penyusunan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi tingkat SLTP maupun SLTA dalam mata pelajaran biologi dan mata pelajaran agama sehingga memungkinkan terjadi proses pendidikan seks secara sehat. Selain pendidikan seks di sekolah, peran orangtua juga penting sebagai agen sosialisasi pendidikan seks di dalam keluarga. Sebelum anak-anak mendapatkan informasi tentang seksual melalui media massa dan saluran media online yang cenderung distorsif, maka semestinya pihak keluargalah yang pertama melakukan sosialisasi pendidikan seksual dengan cara-cara yang tepat.

2 Desember 2010 Posted by | Uncategorized | , , , | Tinggalkan komentar

Kanker Payudara, Penyakit Mematikan Kaum Wanita

Pada hari Kamis (25/11/2010), seorang rekan seprofesi sebagai dosen di FKM UMI Makassar mengalami kedukaan. Rekan itu bernama Fairus Prihatin Idris sedang ditimpa musibah meninggalnya ibundanya di RS Regional Wahidin Sudirohusodo akibat penyakit kanker payudara. Keesokan harinya, jasadnya dikebumikan ketika keluarga besarnya dari Pulau Banda, Maluku melayat ke Makassar.
Kanker payudara telah menjadi penyakit mematikan bagi sebagian besar kaum wanita, meski laki-laki juga bisa terkena. Kanker payudara adalah penyakit yang disebabkan oleh sel kanker dan berkembang pada wilayah dada/payudara. Penyakit kanker payudara merupakan jenis penyakit kanker dengan jumlah penderita kedua terbesar di dunia, sementara dari tingkat kematian, jenis kanker payudara menyebabkan kematian nomor lima terbesar di dunia.
Penyebab kanker payudara sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun diperkirakan kanker payudara disebabkan oleh pengaruh sejumlah faktor atau kombinasi beberapa faktor seperti : tubuh gagal membangun sistem pertahanan tubuh; payudara yang sering diremas/dipencet; faktor gizi yang buruk pada makanan yang dimakan; penggunaan hormon estrogen (misalnya pada pengguna terapi estrogen replacement); minum alkohol dan merokok; faktor genetik dan riwayat keluarga (hubungan dengan gen tertentu); konsumsi lemak dan serat; radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas (tergantung dosis dan umur saat terkena paparan radiasi); obesitas pada wanita setelah menopause (diet berpengaruh terhadap keganasan sel kanker); perubahan sifat pertumbuhan sel payudara menjadi ganas (kankerpayudara.org).
Beberapa gejala awal kanker payudara adalah: benjolan pada payudara anda berubah bentuk/ukuran, puting susu masuk ke dalam (retraksi), salah satu puting susu tiba-tiba lepas/hilang, kulit payudara terasa seperti terbakar, kulit payudara berubah warna: dari merah muda menjadi coklat hingga seperti kulit jeruk, payudara mengeluarkan darah atau cairan yang lain padahal tidak menyusui, bila tumor sudah besar muncul rasa sakit yang hilang-timbul.
Pada stadium awal, kanker payudara biasanya ditandai oleh adanya benjolan pada payudara yang berbeda dari biasanya. Benjolan tersebut akan terasa nyeri ketika ditekan atau mendapat tekanan. Benjolan tersebut akan berkembang terus menjadi besar dalam jangka waktu tertentu sehingga pada akhirnya membawa perubahan pada permukaan puting susu dan kulit pada daerah payudara.
Pada stadium berikutnya, muncul ulkus (borok) pada payudara untuk memperjelas suatu kanker pada payudara. Borok tersebut akan semakin membesar dan mendalam dalam waktu tertentu hingga pada akhirnya menghancurkan seluruh payudara. Ketika borok itu muncul pada payudara, maka payudara akan mudah berdara dan terdapat bau busuk pada payudara.
Kanker payudara lanjut dapat dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas Heagensen sebagai berikut: terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara); adanya nodul satelit pada kulit payudara; terdapat model parasternal; terdapat nodul supraklavikula; adanya edema lengan; dan adanya metastase jauh serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.
Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan dalam rangka upaya meminimalisasi terjangkitnya suatu penyakit. Penyakit kanker payudara tidak semua bisa menyerang kaum wanita dan kelompok risiko lainnya, karena itu bisa dicegah dan menghindarinya. Para peneliti bidang kesehatan telah mengembangkan serangkaian pengetahuan cara pencegahan, baik secara medis maupun secara alami melalui terapi alternatif.
Pencegahan kanker payudara secara alami bisa dilakukan dengan mengurangi memasak daging yang terlalu matang. Daging yang dimasak menghasilkan senyawa karsinogenik, maka semakin lama dimasak senyawa itu akan terbentuk. Dianjurkan mengkonsumsi buah dan sayur karena mengandung anti-oksidan yang tinggi yang dapat mencecegah kerusakan sel yang menyebabkan kanker. Selain itu aktif juga mengonsumsi suplemen anti-oksidan meski tidak dapat menggantikan konsumsi buah dan sayuran. Dianjurkan juga mengkonsumsi teh hijau yang kaya anti-oksidan dan coklat hitam (bukan coklat manis) karena secara ilmiah terbukti coklat sebagai agen yang dapat memerangi kanker.
Kegiatan olah raga secara teratur adalah sarana pencegahan lain terhadap kanker payudara. Kegiatan olahraga dan fisik lainnya dapat menurunkan kadar estrogen yang diproduksi oleh tubuh dan dapat berfungsi mengurangi risiko kanker payudara. Apalagi bila berolahraga dibawah sinar matahari karena pada saat matahri mengenai kulit, maka tubuh membuat vitamin D yang membantu jaringan payudara menyerap kalsium yang berfungsi mengurangi risiko kanker payudara.
Menghindari konsumsi alkohol adalah bentuk pencegahan terhadap risiko terkena penyakit kanker payudara. Banyak penelitian menunjukkan bahwa alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen dalam darah. Penghindaran terhadap rokok juga bagian dari bentuk pencegahan kanker payudara.
Pemberian ASI pada bayi juga dapat mencegah kanker payudara. Para peneliti menyepakati bahwa lebih muda dan lebih lama seorang ibu memberikan ASI pada bayinya adalah semakin baik. Kesepakatan tersebut dilandasi pada teori bahwa kanker payudara berkaitan dengan hormon estrogen, sementara pemberian ASI secara berkala akan mengurangi tingkat hormon estrogen tersebut. Berdasarkan teori itulah menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI dan menurunnya resiko berkembangnya kanker payudara.
Faktor gen juga berpeluang terjangkitnya seseorang kanker payudara karena itu dianjurkan untuk mencari tahu sejarah kanker payudara pada keluarga. Dari semua kasus penyakit kanker payudara, ada sekitar 10 persen disebabkan faktor gen. Artinya satu dari 500 orang membawa gen yang dapat membuat seseorang terkena penyakit ganas kanker payudara.
Asupan makanan rendah lemak juga berperan mencegah risiko kanker payudara. Makanan yang dikonsumsi setiap hari sebaiknya tidak melebihi 30 gram lemak. Setiap manusia menyimpan estrogen di lemak tubuh, sehingga lebih sedikit lemak didalam tubuh maka semakin baik. Gaya hidup ini akan membantu mempertahankan diet seimbang dan juga membantu menjaga berat badan. Sementara kondisi berat badan yang tergolong obesitas dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Para peneliti kesehatan menemukan bahwa wanita dengan berat 44 sampai 55 pound setelah umur 18 sebanyak 40 persen memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker dibanding mereka yang berubah-ubah hanya 4 atau 5 pound semasa remajanya.
Kesadaran akan payudara merupakan faktor penting dalam pencegahan dan penghindaran kanker payudara. Setiap perubahan pada payudara harus mendapat perhatian sebagai bagian dari perawatan kesehatan kewanitaan. Dianjurkan setiap bulan memperhatikan kondisi payudara di depan cermin, atau pada saat mandi dengan telentang. Anjuran ini didasari bukti bahwa sekitar 90 persen tumor payudara dapat dideteksi oleh wanita itu sendiri. Jika menemukan gumpalan atau benjolan pada payudara, maka segera ke dokter untuk pengobatan yang tepat. Penelitian menunjukkan banyak wanita menunda untuk ke dokter jika mereka menemukan gumpalan pada payudaranya karena mereka takut memiliki kanker.

2 Desember 2010 Posted by | Uncategorized | , , , | Tinggalkan komentar

Ragam Penyakit Akibat Abu Vulkanik Merapi

Sejak mulai erupsi pada 26 Oktober 2010 lalu, abu vulkanik Gunung Merapi yang terletak di Kabupaten Sleman, Yogyakarta telah menyebar melintasi propinsi hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kabupaten Purworejo, Magelang, Klaten, dan Boyolali adalah beberapa wilayah yang terkena dampak abu vulkanik di Wilayah Jawa Tengah. Gunung yang berada pada ketinggian 2.068 meter di atas permukaan air laut itu juga memuntahkan abu vulkanik hingga ke Bandung, Cimahi, Padalarang, Garut, Cianjur, Bogor dan Depok di Jawa Barat. Di Kota Magelang yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, abu vulkanik terlihat memenuhi jalan-jalan serta halaman dan genteng rumah penduduk dengan ketebalan satu hingga dua sentimeter.

Kepala Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat Rumah Sakit Umum Daerah dr Sardjito, Heru Trisno Nugroho mengatakan bahwa hampir mayoritas korban awan panas letusan Gunung Merapi yang dirawat di rumah sakit tersebut mengalami trauma inhalasi karena saluran pernapasan terbakar. Mereka kesulitan bernapas, sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan (ventilator).

Efek Abu Vulkanik

Pada umumnya, gunung berapi yang mengalami erupsi akan menyemburkan uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), asam klorida (HCl), asam fluorida (HF), dan abu vulkanik ke angkasa. Belum lagi kemungkinan keluarnya suhu panas dan gas-gas beracun yang mungkin ikut menyembur bersama abu vulkanik. Abu vulkanik mengandung silika, mineral, dan bebatuan. Unsur yang paling umum adalah sulfat, klorida, natrium, kalsium, kalium, magnesium, dan fluoride, sementara unsur lain dalam konsentrat rendah adalah seperti seng, kadmium, dan timah.

Hujan abu vulkanik mengandung unsur kimia dan senyawa yang membahayakan kesehatan. Material vulkanik ini mengandung silika atau kaca. Ini mengakibatkan mulai iritasi kulit, mata (konjugtivitis), sesak napas, hingga efek jangka panjangnya adalah kanker paru-paru. Efek abu vulkanik bila terkena kulit atau mata, dalam jangka waktu lama dampaknya akan merusak jaringan kulit hingga iritasi (liputan6.com).

Akumulasi silika dalam paru-paru bisa mengakibatkan silikosis yang menyebabkan kerusakan pada paru-paru bila terpapar silika konsentrasi tinggi dalam jangka waktu yang lama. Keterpaparan dalam intensitas tinggi menyebabkan bulu-bulu hidung tidak cukup kuat menahan serangan partikel polutan berbahaya itu. Selain korban letusan gunung berapi, orang yang berprofesi sebagai pekerja tambang paling rentan terkena Silikosis,. Para korban yang terpapar silika intensitas tinggi dan memiliki daya tahan tubuh rendah sangat rentan dengan silikosis apalagi jika para korban bencana gunung merapi yang mengungsi tersebut dalam keadaan kurang istirahat, kurang mendapat asupan makanan bergizi, bahkan mengalami stress. Konsentrat silika berbahaya bila melebihi batas yang direkomendasikan yakni lebih dari 50 mikrogram per meter kubik.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), paparan abu vulkanik sangat membahayakan warga yang mengirupnya. Ancaman paling umum adalah gangguan pernapasan. Berdasarkan paparan WHO saat terjadi letusan Gunung Eyjafjallajökull di Islandia lalu, abu vulkanik gunung berapi umumnya terdiri dari partikel fragmen batuan halus, mineral, dan kaca dengan karakter keras, kasar, korosif dan tidak larut dalam air. Partikel abu sangat kecil sehingga mudah tertiup angin hingga ribuan kilometer. Yang paling berpotensi merusak tubuh adalah partikel abu terkecil yang mencapai kurang dari 1/100 milimeter. Ini berbahaya karena mudah menembus masker kain dan masuk ke paru-paru (Vivanews.com).

Abu vulkanik mengandung partikel batu (tephra) dan silika (bahan seperti kaca) yang berukuran sangat kecil kurang dari 1 mm. partikel tersebut berbentuk runcing, tajam dan keras sehingga dapat merusak permukaan-permukaan yang lunak. Efek dari abu vulkanik bagi manusia sangat berpotensi mendatangkan berbagai macam jenis penyakit, mulai dari penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), gangguan pada kulit hingga menyebabkan iritasi mata. Kandungan material dari abu vulkanik yang berbahaya adalah pasir kuarsa (S102) yang kerap digunakan untuk membuat gelas. Bila dilihat melalui mikroskop, pasir kuarsa berbentuk runcing ujungnya.

Beberapa keluhan yang sering dilaporkan oleh orang-orang yang terpapar abu vulkanik, seperti gangguan napas sehingga rasa tidak nyaman, hidung meler karena terjadi iritasi pada hidung, sakit tenggorokan disertai dengan batuk kering karena terjadi iritasi pada tenggorokan dan terserang batuk pada penderita asma karena produksi dahak bertambah. Keluhan tersebut sebenanya adalah gejala infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Sementara keluhan orang yang terserang iritasi mata akibat abu vulkanik adalah mata merah atau gatal, kornea mata lecet atau bahkan tergores, mata terasa pedih dan sensitif terhadap cahaya, mata terasa kering, dan mata kelilipan. Sedangkan kulit yang terkena abu vulkanik dapat menyebabkan kulit gatal-gatal, bahkan kulit bisa terbakar.

Abu vulkanik dapat melekat di saluran pernapasan dan hanya dapat dinetralisasi dalam aliran darah jika jumlahnya tidak terlalu banyak. Ada beberapa faktor yang menyebabkan korban letusan berapi terserang penyakit akibat abu vulkanik seperti pernafasan akut (ISPA), yakni frekuensi dan lamanya terpapar, konsentrasi partikel di udara yang lebih dari 10 mikron dalam diameter, cuaca buruk, serta kondisi kesehatan korban letusan. Cara menghindari paparan abu vulkanik adalah penggunaan masker dan mengungsi ke tempat yang aman sejauh beberapa radius kilometer dari wilayah erupsi gunung berapi.

Terkait dengan penggunaan masker, menurut Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Prof Faisal Yunus, MD, PhD, FCCP, masker bedah yang terbuat dari kertas atau kain yang banyak beredar sebenarnya hanya menutupi area sekitar hidung. Masker jenis itu memiliki keterbatasan filtrasi karena ada celah di sekitar hidung dan mulut yang memungkinkan tetap masuknya kuman dan polutan yang ada di udara. Respirator lebih memberi perlindungan ketimbang masker bedah. Respirator lebih melindungi dan menyaring partikel berukuran satu mikron. Alat ini terpasang pas di wajah dan berfungsi mencegah kebocoran. Ada sembilan jenis respirator yang direkomendasikan berdasarkan kemampuan menyaring partikel dengan ukuran 0,3 mikron atau satu per 1.000 milimeter, yaitu respirator 95 persen, 99 persen, dan 100 persen, serta kemampuan filtrasi terhadap minyak, yaitu tipe N (Non-resistant to oil), R (Resistant to oil), dan P (oil Proof).

Sementara masker yang beredar di kalangan pengungsi Merapi adalah jenis masker bedah. Masker jenis ini belum memenuhi standar keamanan tubuh manusia. Masker yang paling aman pada situasi erupsi Merapi adalah masker jenis N95 yakni masker yang mirip untuk pasien isolasi flu burung, namun masker tersebut mahal harganya. Bila masyarakat belum memiliki respirator N95, maka masyarakat dapat menggunakan kacamata yang dapat menutup rapat sekeliling mata seperti kacamata goggle. Sebaiknya menggunakan kacamata yang bening, bukan kacamata berwarna gelap agar tidak mempengaruhi penglihatan dan jarak pandang. Bila tidak memiliki masker dan kacamata, maka bisa menggunakan masker kain, seperti sapu tangan, pakaian atau kain lainnya yang dapat menyaring partikel abu yang lebih besar.

Bagi yang tidak memiliki masker respirator N95, sebaiknya menghindari melakukan aktivitas di luar rumah/gedung untuk mencegah abu vulkanik yang mengandung asam sulfat atau belerang yang dapat menembus paru-paru.

29 November 2010 Posted by | Uncategorized | , , | Tinggalkan komentar

Pendekatan Epidemiologi Terhadap Primary Health Care: Catatan dari Konas JEN Ke-13

Selama dua hari Rabu-Kamis (3-4 Nov 2010), saya bersama dengan para ahli dan praktisi epidemiologi seluruh Indonesia yang tergabung dalam organisasi JEN (Jaringan Epidemiologi Nasional) mengikuti Kongres Nasional (Konas) ke-13 di Kampus UI Depok, Jawa Barat. Disamping membahas kepengurusan dan program JEN juga banyak diisi oleh diskusi kebijakan dan program kesehatan primer yang mencakup issu kesehatan reproduksi dan kependudukan yang berkaitan dengan epidemiologi.

Pada hari pertama, diisi oleh presentasi dari WHO yang diwakili oleh Dr Kumara Rai membahas tentang Primary care epidemiology. Banyak negara mengidentikkan Primary Care (PC) dengan Primary Health Care (PHC). Dalam evolusinya, PHC akhirnya dilihat dari tiga sudut pandang: tingkat pelayanan (primer-sekunder-tertier), paket pelayanan esensial (minimal mengandung 8 jenis pelayanan dan bervariasi tergantung profil epidemiologik kesehatan suatu negara) dan sebagai pendekatan (pemerataan/equality, partisipasi masyarakat, koordinasi lintas sector dan teknologi tepat guna). Sudut pandang yang paling sering digunakan adalah PHC sebagai salah satu pendekatan khususnya dalam penguatan sistem kesehatan dan dalam pembangunan sistem kesehatan pada umumnya. Selain itu, sering juga digunakan istilah pelayanan komprehensif (comprehensive care/comprehensive PHC) dan pelayanan yang bersifat selektif (program vertical/selektif PHC). Banyak donor memilih pendekatan vertical/semi vertical guna lebih mempercepat pencapaian program. Pendekatan ini biasanya digunakan dalam program eradikasi (cacar, polio) atau eliminasi (measles, tetanus neonatorum) suatu penyakit atau masalah kesehatan dengan tingkat kesakitan dan kematian yang tinggi (kematian ibu hamil, bayi, balita).

Menurut Kumara Rai, PHC memfokuskan diri pada PC tanpa mengabaikan upaya rujukannya ke tingkat pelayanan sekunder dan tersier. PC sendiri di Indonesia diberikan melalui Puskesmas dan Puskesmas Pembantu lebih menekankan kegiatan pada upaya kesehatan masyarakat ketimbang upaya kesehatan perorangan. Kesehatan masyarakat memfokuskan pada upaya promosi kesehatan, dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan rehabilitative. Kesehatan masyarakat yang merupakan cirri utama Primary Care juga lebih bersifat multidisiplin dan multisektoral ketimbang medical care. Berbagai ahli di bidang sosiologi, antropologi, komunikasi, gizi, air bersih dan sanitasi sangat dibutuhkan pada program kesehatan masyarakat.

Perjalanan Issu PHC

Issu tentang Primary Health Care (PHC) atau pelayanan kesehatan primer pertama kali dicetuskan pada sebuah Konferensi Internasional di Alma Ata, Kazakhstan pada September 1978 yang diikuti perwakilan dari 134 negara, 67 organisasi internasional dan NGO. Pertemuan tersebut berhasil mencanangkan tujuan umum pelayanan kesehatan primer yakni “kesehatan yang lebih baik untuk semua” (Health for all). Tujuan tersebut dimaksudkan untuk mengatasi perbedaan status kesehatan (inequality) diberbagai negara, menyempitkan kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin serta meratakan akses bagi semua ras dan golongan.

Dalam prakteknya, sebenarnya pelayanan kesehatan primer di Indonesia sudah mulai dirintis sejak tahun 1950, jauh sebelum konferensi Alma Ata. Adalah Prof dr J Soelianti sebagai perintisnya yang menggabungkan kegiatan kuratif dan preventif secara simultan, seperti pengobatan, pemberantasan dan pencegahan penyakit menular, usaha kesehatan ibu dan anak, pendidikan kesehatan keluarga, usaha perbaikan makanan rakyat dan pengumpulan data untuk mengadakan penelitian. Tujuh belas tahun kemudian (1967) diadakan Seminar tentang program kesehatan masyarakat dan diputuskan membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Setahun kemudian (1968) ditindaklanjuti dengan menetapkan Puskesmas sebagai kelembagaan yang menjalankan fungsi kuratif dan preventif sekaligus yang memberikan pelayanan kesehatan primer. Sejak itulah Puskesmas melaksanakan fungsi itu, meliputi: pengobatan sederhana, kesejahteraan ibu dan anak, pendidikan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, kesehatan lingkungan, gizi, statistik kesehatan dan keluarga berencana.

Sejak tahun 2008, WHO menyerukan perlunya reformasi pada pelayanan primer agar tujuan “sehat untuk semua” tercapai. Reformasi tersebut adalah meningkatkan pemerataan kesehatan dengan mengurangi disparitas social (reformasi cakupan universal); mengorganisasikan pelayanan kesehatan guna memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat (reformasi pemberian pelayanan); mempromosikan dan melindungi kesehatan masyarakat dengan mengintegrasikan kesehatan kepada semua sector (reformasi kebijakan public); dan menjadikan otoritas kesehatan lebih reliable dengan mengikuti model kolaboratif dari dialog kebijakan serta meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan (reformasi kepemimpinan).

Reformasi tersebut berimplikasi pada penggunaan teknologi tepat guna termasuk dalam instrument atau metode yang diterapkan. Salah satu instrument adalah penerapan metode epidemiologi. Penerapan epidemiologi pada pelayanan kesehatan primer agar mampu menjawab tujuan: (1) meningkatkan pemahaman akan pola dan signifikansi tanda dan gejala kondisi atau penyakit yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer; (2) menyediakan informasi agar efesiensi pelayanan kesehatan menajdi optimal; (3) mengembangkan kerangka kerja untuk merancang dan menentukan target intervensi yang layak dan diterima masyarakat.

Pada tahun 2009, Sidang World Health Assembly (WHA) menghasilkan satu resolusi tentang pendekatan PHC dalam penguatan sistem kesehatan. Respon pemerintah tertuang dalam Sistem Kesehatan di Indonesia, dimana tertera tingkatan pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan dasar serta pelayanan kesehatan sekunder atau rujukan lanjutan. Data BPS publikasi Desember 2009, tahun 2006 jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia sebanyak 8737 dan sekitar 33 persen jumlah penduduk Indonesia yang mempunyai keluhan kesehatan menggunakan layanan puskesmas.

Meski demikian, status kesehatan penduduk Indonesia masih relatif rendah karena Indonesia masih berada pada urutan keenam di antara negara-negara anggota ASEAN dan pada urutan 111 dari 182 negara di dunia untuk ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2009. Apalagi penduduk Indonesia terus bertambah setiap tahun, dimana jumlah penduduk berdasarkan Sensus Penduduk 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, sementara pada 10 tahun sebelumnya hanya 205,8 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk tersebut melampaui proyeksi yang ditetapkan sekitar 234 juta jiwa tahun 2010.

Kondisi kesejahteraan ibu dan anak sebagai salah satu derifat dari primary health care di Indonesia masih sangat rendah. Data SDKI 2007, angka kematian ibu (AKI) 228 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi berdasarkan SUPAS 2005 sebesar 25,2 persen. Sementara target Millenium Development Goals (MDGs), angka kematian ibu harus turun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Tingkat kelahiran setiap tahun penduduk Indonesia cukup tinggi mencapai rata-rata 4,5 juta jiwa akibat melemahnya program KB (Keluarga Berencana). Penyebab dari kematian ibu adalah faktor “Empat Terlalu” yakni terlalu muda ( 34 tahun), terlalu sering (> 3 anak) dan terlalu dekat (< 1 tahun) melahirkan, serta kehamilan yang tidak diinginkan.

Untuk menurunkan angka kematian ibu, diharapkan pelaksana dan pengelola KB agar mempromosikan KB dan Kesehatan Reproduksi dengan memperhatikan Pola Kontrasepsi Rasional kepada setiap keluarga dan masyarakat. Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 52 tahun 2009, anak yang dilahirkan harus terencana. Perencanaan kehamilan yang aman oleh masing-masing keluarga seyogyanya dipahami oleh setiap keluarga agar dapat mengatur hak-hak kesehatan reproduksinya.

29 November 2010 Posted by | Uncategorized | , , | Tinggalkan komentar

Pelayanan Kesehatan di Pulau Kecil dan Terluar

Sebuah koran lokal di Makassar memberitakan secara beruntun mulai edisi Minggu kemarin adanya sekitar 200-an warga di Pulau Badi, Desa Mattirodeceng, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Pangkep, harus menahan sakit karena tidak ada tenaga kesehatan yang melayani mereka. Abdullah Asagaf, Kepala Desa Mattirodeceng, sangat mengkwatirkan nasib seluruh warga di Pulau Badi yang berjumlah sekitar 400 kepala keluarga yang tiap hari ada yang sakit. Sampai saat ini sudah tercatat sekitar 200 orang sakit deman akibat cuaca buruk yang melanda pulau tersebut. Bahkan sudah ada tiga warga di sana wafat karena demam. Ada yang menyebutnya karena flu burung, tapi warga dan pemerintah setempat tidak bisa membenarkan atau memastikan dugaan itu karena hanya tenaga kesehatan yang bisa memastikan apakah karena flu burung. Sampai saat ini petugas kesehatan baik bidan, perawat, maupun dokter tidak ada di Pustu itu, dan ini mengakibatkan bertambahnya warga sakit di Pulau Badi (tribun-timur.com).
Pulau Badi berada di sebelah tenggara Makassar dan barat daya kabupaten Pangkep. Lokasinya lebih cepat dicapai bila berangkat dari dengan waktu tempuh 1,5 hingga dua jam dengan kapal kayu bertonase satu ton dari Pelabuhan Paotere. Bila menggunakan kapal jolloro berpenumpang lima orang, waktu tempuh dari Kota Pangkajene, ibu kota Pangkep, waktu tempuhnya mencapai 2,5 jam hingga tiga jam. Sekitar 82 persen dari 541 kepala keluarga (KK) atau 1.891 jiwa warganya menggantungkan hidup sebagai nelayan. Kebanyakan adalah pencari ikan kerapu, ikan segar, dan dan ikan lainnya yang sebagian besar hasilnya dijual ke Pelabuhan Pendaratan Ikan Paotere dan berorientasi ekspor.
Setelah diberitakan adanya peristiwa tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Pangkep dr Indriati Latief Mkes, baru mengagendakan ke Pulau Badi, Kecamatan Liukang Tupabiring, Senin pagi (04/10/2010). Indriati dan sejumlah dokter dari Pangkep akan membantu pengobatan warga di pulau itu yang terserang penyakit dalam dua bulan terakhir. Indriati membantah adanya dugaan endemi flu burung di kawasan kepulauan tersebut. Menurutnya, tim dokter yang ditugaskan, Minggu sore kemarin sudah memeriksa sejumlah warga.
Berdasarkan penjelasan Kadinkes melalui media lokal, ketiga orang yang meninggal karena usia lanjut, stroke dan tumor. Yang meninggal karena faktor usia itu usianya sudah 75 tahun, sementara yang stroke dan tumor Indriati belum mengetahui usianya. Jadi tiga orang warga yang meninggal bukan karena diduga flu burung atau avian influenza. Pihak Dinkes Pangkep sudah merujuk ke Rumah Sakit Umum Pangkep tapi ketiga warga yang meninggal itu tidak mau. Mereka hanya ditangani oleh dokter puskesmas. Alasan ketiganya tidak mau dirujuk karena tidak memiliki dana pengobatan yang cukup. Padahal di Pangkep sudah menerapkan program kesehatan gratis (Tribun Timur, Senin, 04/10).
Warga Pulau Badi, Desa Mattirodeceng, Kecamatan Liukang Tupabiring Selatan mengeluhkan pelayan medis termasuk dokter yang bertugas di puskesmas pembantu (pustu) karena jarang berkantor. Menurut warga Wati (28) kepada Tribun, petugas medis hanya bertugas selama satu minggu dan selanjutnya tidak hadir selama dua bulan berturut-turut. Pustu Pulau Badi memiliki satu dokter dokter, itupun bukan dokter umum melainkan dokter gigi yang sekaligus kepala pustu, drg Hasan Basri. Biasanya satu minggu bertugas setelah itu tidak muncul selama dua bulan. Akibatnya Wati kadang memilih tidak mendatangi pustu jika ada anggota keluarganya yang sakit. Alternatif lainnya, Wati seringkali mengirim keluarganya yang sakit untuk berobat di Makassar. Jarak ke Makassar lebih singkat ditempuh dengan perahu motor dibanding ke kota Pangkep. Dengan perahu motor berkapasitas 25 penumpang, Makassar hanya ditempuh 75 menit. Sementara ke ibu Pangkajene, ibu kota Pangkep, ditempuh 2,5 hingga tiga jam dengan perahu yang sama. Biaya transportasi ke Makassar atau kota Pangkep cukup mahal. Bila ke Pangkep, dibutuhkan ongkos pulang-pergi Rp 400 ribu (Tribun Timur, Selasa 05/10).
Warga Pulau Badi mengeluhkan tenaga dokter yang bisa membantu mereka di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) pembantu di pulau ini. Bila ada warga yang sakit, bila pertimbangannya waktu tempuh, maka mereka memilih tujuan ke Kota Makassar. Konsekwensinya, warga Pulau Badi harus menyiapkan uang karena mereka bukan penduduk Makassar sehingga harus membayar. Sementara bila pertimbangannya, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di ibu kota kabupaten Pangkep, mereka harus menempuh perjalanan sekitar tiga jam untuk sampai ke Pangkep. Namun kadangkala, bila harus dirujuk mereka juga tetap harus ke Makassar. Maka pilihan yang lebih rasional adalah menuju ke Makassar dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih memadai. Warga pun memanfaatkan sanak famili yang ada di sekitar Pelabuhan Paotere di Ujung Tanah untuk menginap sambil berobat. Warga Pulau Badi tidak tahu sampai berapa lama kondisi seperti ini akan dialami warga di pulau ini. Mereka hanya berharap ada kunjungan berkala dari dokter ke puskesmas pembantu di Pulau Badi.
Seperti biasanya, setelah jatuh korban barulah aparat kesehatan pemerintah bertindak. Pada hari Senin dan Selasa (05/10/2010) mulai pukul 08.00 Tim Kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep dikabarkan melakukan pengobatan massal yang bertempat di Puskesmas Pembantu Pulau Badi, Pangkep. Sejumlah warga sudah antri menunggu pemeriksaan dari dua orang dokter yang dibantu satu perawat. Warga pulau rela tidak melaut atau mencari ikan agar dapat diperiksa dan mendapat pengobatan oleh tim dokter yang mulai bekerja sejak sehari sebelumnya. Kegiatan pengobatan massal dilaksanakan dengan target semua warga di Pulau Badi yang dihuni 540 KK ini mendapat pelayanan pengobatan gratis dari Dinas Kesehatan Pangkep.
Pelayanan Kesehatan Kepulauan
Sebagai negara yang terdiri dari beribu-biru pulau, semestinya pemerintah daerah yang memiliki pulau-pulau memikirkan pengadaan rumah sakit terapung. Apalagi Menteri Kesehatan pernah melontarkan pernyataan kepedulian pada pelayanan kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) pada bulan Agustus 2010 lalu. Prototype RS terapung yang baik seperti KRI Dokter Soeharso yang dimiliki TNI AL. KRI Dokter Soeharso sering melakukan penanganan penyakit yang serius. Di dalam kapal KRI Dokter Soeharso terdapat banyak poliklinik, dari poli umum, mata, gigi, juga Unit Gawat Darurat UGD, laboratorium dan apotek.
Selama ini pelayanan kesehatan di pulau-pulau hanya bersifat insidental. Misalnya pada 3-4 Agustus silam Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Aceh bekerja sama dengan Dinkes Kabupaten Simeulue, pernah melakukan pengobatan massal terkait pelayanan kesehatan secara cuma-cuma bagi warga di dua tempat, yakni Desa Layabaung, Kecamatan Simeulue Barat dan Desa Pulau Teupah, Kecamatan Teupah Barat, Simeulue. Kedua desa itu merupakan daerah terpencil dan pulau terluar di Kabupaten Simeulue. Kegiatan itu merupakan program dari kementerian kesehatan dan sementara Dinkes provinsi ditunjuk sebagai pelaksananya (Serambinews.com).
Demikian halnya dengan penduduk yang mendiami pulau-pulau kecil di Kepulauan Maluku. Ketika digelar Sail Banda barulah penduduk pulau setempat mendapat pelayanan kesehatan pada sekitar 600-an pasien dari Kabupaten Maluku Tengah. Dalam perjalanan Sail Banda tahun 2010, KRI Dokter Soeharso berkeling ke Pulau Ambon, Pulau Buru, Pulau Seram dan Pulau Banda menggelar pengobatan gratis.
Kondisi yang tragis dialami penduduk Pulau Sebatik yang memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang minim untuk melayani kesehatan warga pulau yang berpenduduk 30 ribu jiwa. Dari tiga puskesmas yakni Puskesmas Desa Sungai Nyamuk, Puskesmas Desa Aji Kuning dan Puskesmas Desa Setabu, hanya terdapat empat orang dokter. Kondisi inilah yang menyebabkan penduduk Pulau Sebatik lebih menyukai pelayanan kesehatan ke negara tetangga, Malaysia seperti di Hospital Besar Tawau. Nanti setelah tahun 2008, barulah pemerintah Indonesia mendirikan Puskesmas yang memiliki sarana relatif bagus berlantai dua untuk rawat inap yakni Puskesmas Desa Sungai Nyamuk dan dilayani dua orang dokter, masing-masing satu orang dokter umum dan satu orang dokter gigi.
Pada awal Agustus 2010, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang pernah mengatakan pemerintah akan memperbanyak unit pelayanan kesehatan bergerak untuk meningkatkan kegiatan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan pulau-pulau terluar. Penyediaan unit pelayanan kesehatan bergerak diutamakan bagi daerah terpencil, perbatasan dan pulau-pulau terluar yang ada di kawasan Indonesia timur. Puskesmas juga janjinya, akan ditingkatkan menjadi puskesmas perawatan semua. Saat ini setiap daerah memang sudah memiliki puskesmas perawatan, ke depan jumlahnya akan diperbanyak. Pemerintah juga berjanji mengupayakan pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan sesuai kebutuhan spesifik daerah. Dalam jangka pendek diwujudkan dengan menempatkan residen senior atau dokter yang telah sampai pada tahap akhir penyelesaian pendidikan spesialis di daerah-daerah yang membutuhkan.
Diatas semua itu, yang terpenting adalah pencegahan dan promosi cara hidup sehat di pulau-pulau, sehingga bukan hanya tenaga dokter yang dibutuhkan, tetapi tenaga kesehatan masyarakat lulusan fakultas kesehatan masyarakat atau sekolah tinggi kesehatan masyarakat. Kita tunggu realisasi pernyataan Menteri Kesehatan agar warga tidak terus berjatuhan (sakit dan meninggal) seperti yang dialami penduduk Pulau Badi, mungkin juga penduduk pulau-pulau kecil dan terpencil lainnya di Indonesia.

8 Oktober 2010 Posted by | Uncategorized | , , , | 2 Komentar

Islam, Penyakit Hati dan Virus Hati

Dalam tubuh manusia terdapat organ yang sangat penting yakni hati. Bila hati seseorang sehat maka manusia dapat hidup, bila hatinya sakit maka bisa mendatangkan kematian. Bahkan seseorang mengatakan hati terkadang lebih penting dari pada tubuh. Seesorang yang memiliki hati yang sehat sekalipun ditawari kebatilan akan pasti menghindarinya. Berbeda dengan hati seseorang yang sudah mati, tidak dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk.
Syeikh Abdul Akhir Hammad Alghunaimi dalam bukunya “Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah” membagi atas dua macam penyakit hati yakni penyakit syahwat dan penyakit syubhat. Kategori penyakit syahwat mengacu pada Al-Quran yang artinya, “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya”. Sedangkan kategori penyakit subhat mengacu pada Al-Quran yang artinya, “Dan adapun orang yang didalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya.”
Perbandingan antaara penyakit syahwat dengan penyakit syubhat terletak pada tingkat penyembuhannya. Penyakit syahwat masih bisa diharapkan sembuh, terlebih bila syahwatnya sudah terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat sembuh kalau Allah Swt tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya. Berarti penyakit syubhat lebih parah dibanding dengan penyakit syahwat.
Gejala penyakit hati adalah ketika seseorang menghindari makanan-makanan yang bermanfaat bagi hatinya, lalu menggantinya dengan makanan-makanan yang tak sehat bagi hatinya. Makanan yang paling berguna bagi hatinya adalah makanan iman, sedang obat yang paling manjur adalah Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah: “Katakanlah: Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah orang-orang yang dipanggil dari tempat jauh.”
Menurut Abdul Akhir Hammad Alghunaimi, semua penyakit rohani dan jasmani disebutkan dalam Al-Quran sebab-sebab timbulnya, cara penanggulangannya, dan cara memperoleh obatnya. Banyak juga orang meyakini bahwa Al-Quran adalah obat sempurna untuk segala penyakit hati dan tubuh, segala penyakit dunia dan akherat namun tidak memiliki kemampuan untuk menggunakannya sebagai obat. Bagi seseorang yang diberi kemampuan memahami Al-Quran akan mampu menggunakan Al-Quran sebagai obat dengan meletakkan pada bagian yang sakit disertai dengan keyakinan yang kuat dan memenuhi syarat-syaratnya dengan penuh pembenaran, keimanan dan penerimaan.
Obat penyakit hati ala Abu Bakar Al Muthawi’i adalah memandang wajah orang shalih. Caranya, Al Muthawi’i aktif dalam majelis Imam Ahmad yang aktif membacakan Al Musnad kepada putra-putri beliau. Selama dua belas tahun aktif di majelis Imam Ahmad, Al Muthawi’i bukannya mencatat hadits-hadits yang diriwayatkan hadits Nabi, namun hanya ingin memandang Imam Ahmad. Ternyata, tidak hanya Al Muthawi’i saja yang datang ke majelis hadits hanya untuk memandang Imam Ahmad. Mayoritas mereka yang hadir dalam majelis tersebut memiliki tujuan yang sama dengan Al Mathawi’i. Padahal jumlah mereka yang hadir dalam majelis Imam Ahmad saat itu lebih dari 5000 orang, namun yang mencatat hadits kurang dari 500 orang. Demikian Ibnu Al Jauzi mengisahkan (Manaqib Imam Ahmad, 210).
Virus Hati
Lain lagi ulasan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam bukunya “Zadul Ma’ad” yang menyebutkan adanya virus hati bernama Al-Isyq (Cinta). Gejolak cinta adalah jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan perbedaannya dengan jenis penyakit lain dari segi bentuk, sebab maupun terapinya. Banyak orang meyakini bahwa cinta melahirkan kekuatan dahsyat sehingga bisa mendorong pada perbuatan buruk seperti bunuh diri bagi orang yang putus cinta atau ditolak cintanya oleh seseorang. Jika cinta menggerogoti kesucian hati manusia maka dokter sekalipun kesulitan mencarikan obat penawarnya.
Penyakit Al-isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dari-Nya dan dipenuhi kecintaan kepada selain-Nya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu dengaanNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini, sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam:
“Artinya ; Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” [Yusuf : 24].
Penyakit al-isyq terjadi dengan dua sebab, lanjut Al-Jauziyah. Pertama : Karena mengganggap indah apa-apa yang dicintainya. Kedua: perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya. Jika salah satu dari dua faktor ini tiada niscaya virus tidak akan berjangkit. Walaupun Penyakit kronis ini telah membingungkan banyak orang dan sebagian pakar berupaya memberikan terapinya, namun solusi yang diberikan belum mengena.
Menurut Al-Jauziyah, Allah mengkisahkan penyakit ini di dalam Al-Quran tentang dua tipe manusia, pertama wanita dan kedua kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). Allah mengkisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al-Aziz gubernur Mesir yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa Kaum Luth. Allah mengkisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth: “Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata: “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina”. Mereka berkata: “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?” Luth berkata: “Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)”. (Allah berfirman): “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)” [Al-Hijr: 68-72].
Bahkan Rasulullah pun sebagai seorang manusia lainnya pernah disebutkan dalam sejarah menderita penyakit hati berupa cinta pada seorang perempuan bernama Zaenab binti Jahsy. Rasulullah ketika melihat Zaenab binti Jahsy sambil berkata kagum: Maha Suci Rabb yang membolak-balik hati, sejak itu Zaenab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh karena itu Beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah: Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat [Al-Ahzab: 37] [1] yang artinya : “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya : “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”.
Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid ibn Harisah, sementara Zaid ibn Harisah sendiri adalah bekas budak Rasulullah yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid sehingga Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya, maka Rasulullah menasehatinya agar tetap memegang Zainab, sementara Beliau tahu bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Allah memberitahukannya bahwa Allah langsung yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya agar Beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai kebolehan menikahi bekas istri anak angkat, adapun menikahi bekas istri anak kandung maka hal ini terlarang, sebagaimana firman Allah yang artinya : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu” [Al-Ahzab: 40].
Terapi Penyakit Al-Isyq yang paling utama adalah menikah. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya : “Hai sekalian pemuda, barang siapa yang mampu untuk menikah maka hendaklah dia menikah, barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina)”. Hadis ini memberikan dua solusi, solusi utama, dan solusi pengganti. Solusi pertama adalah menikah, maka jika solusi ini dapat dilakukan maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwaytkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan”. Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firman-Nya: “Artinya : Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah” [An-Nisa : 28].
Akhirul kalam, dengan mengetahui jenis-jenis penyakit hati dapat meningkatkan kualitas keimanana segenap umat Islam, sedang virus hati berupa cinta kepada selain Allah dapat dihindari kecuali cinta kepada Allah Swt sebagai Maha Pencipta.
(Penulis, Fatmah Afrianty Gobel,Ketua Prodi Kesmas FKM UMI Makassar. Tulisan ini dimuat di harian Tribun Timur, 02 Juli 2010)

5 Agustus 2010 Posted by | Uncategorized | , , , | Tinggalkan komentar

Teror Gas Elpiji dan Kesehatan Darurat

Akhir-akhir ini kejadian ledakan akibat gas elpiji kerap terjadi diberbagai wilayah Indonesia. Dalam rentang empat bulan antara April hingga Juli 2010, setidaknya 10 anak telah mengalami luka-luka akibat ledakan tabung gas. Menurut Ketua KPAI Hadi Supeno, kondisi tersebut telah melahirkan suasana ancaman bagi anak, situasi yang menakutkan, tidak nyaman, karena khawatir sewaktu-waktu ada tabung gas meledak dan melukainya. Jumlah korban langsung sebanyak 10 orang anak sangat signifikan karena dalam perspektif pelindungan anak, setiap anak berhak mendapat perlindungan. Belum dengan korban orang dewasa yang jumlahnya lebih dari 35 orang. Berarti, banyak anak yang berpotensi hidup sebagai yatim dan piatu (detikcom, 20/7/2010).
KPAI meminta pemerintah menarik kembali semua tabung gas dan regulatornya untuk memastikan supaya tidak ada korban baru. Kedua, KPAI meminta dilakukan sosialisasi masif agar masyarakat bisa menggunakan kompor beserta tabung gas dengan benar sebelum mereka menggunakan kembali. Ketiga, Pertamina harus menanggung semua biaya pengobatan dan pendidikan anak korban kompor gas. Keempat, polisi harus memproses hukum pihak terkait, termasuk kemungkinan menghukum setingkat menteri yang telah melakukan kelalaian sehingga menyebabkan penderitaan seseorang.
Namun dilihat dari konteks kesehatan, kecelakaan terhadap anak-anak bisa kapan saja terjadi dengan beragam faktor risiko, termasuk dari gas elpiji. Hal yang penting adalah mengetahui faktor-faktor risiko kecelakaan terhadap anak dirumah tangga dan cara-cara pencegahannya serta langkah-langkah tindakan cepat apabila terjadi kecelakaan rumah tangga.
Kesehatan Darurat
Dalam konteks epidemiologi, kejadian ledakan gas elpiji tergolong kesehatan darurat. Seorang pakar kesehatan darurat yang sangat langka di negeri ini, Prof Dr Najib Bustan MPH, dalam bukunya yang terkenal “Epidemiologi Kesehatan Darurat” (2000), membagi atas tiga epidemiologi kecelakaan (accident) yakni kecelakaan rumah tangga, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan di tempat-tempat umum.
Dalam konteks kecelakaan rumah tangga, faktor tempat memiliki peran tertentu. Tempat-tempat dalam rumah mempunyai kepekaan sebagai tempat kecelakaan rumah tangga kebetulan semuanya berawalan dengan huruf “C” dalam bahasa Spanyol: Casa (rumah), Cuna (keranda bayi), cama (tempat tidur), cuarto (kamar), cocina (dapur), calle (jalanan), dan campo (halaman). Dalam mengingatkan terhadap ancaman terjadinya kecelakaan rumah tangga, Orang Spanyol mengatakan : “Cuicado con las C” (Hati-hati terhadap C).
Cicana (dapur) adalah tempat yang menjadikan beberapa anak terkena ledakan tabung gas elpiji. Pada tempat inilah, biasanya berisi kompor, alat memasak, dan alat-alat dapur lainnya yang berbahaya seperti pisau. Perhatian lebih para ibu rumah tangga dan pembantu rumah tangga layaknya dialamatkan pada area dapur sebagai salah satu sumber ancaman terjadinya kecelakaan rumah tangga.
Cidera (injury) adalah bentuk paling umum terjadi sebagai akibat dari gangguan kesehatan darurat. Akibat dari cidera, bisa mendatangkan gangguan fisik, gangguan mental dan gangguan sosial bila kejadiannya bersifat massal. Cidera adalah bentuk keterpaparan seseorang yang terkena peristiwa kesehatan darurat, mulai dari cidera ringan, hingga cidera berat.
Secara teoritis, ada tiga komponen utama terjadinya cidera (trias cidera) yakni korban (victim), faktor risiko dan lingkungan. Korban adalah seseorang yang menjadi terpapar akibat kecelakaan disengaja maupun tidak disengaja sehingga mengakibatkan terjadinya cidera. Sedang faktor risiko berhubungan dengan risiko situasi (risk situation) dan risiko kelompok atau komunitas (risk group). Sementara lingkungan sebagai penyebab ada berbagai macam seperti gas elpiji, alat-alat listrik, alat-alat dapur, kembang api, korek api, senapan burung, alat-alat permainan anak, alat-alat pertanian, dan sebagainya.
Pada portal Doctor’s Library, cidera yang umum terjadi dalam kecelakaan rumah tangga adalah luka bakar, luka memar, luka parut (laserasi), luka teriris/terpotong. Luka Bakar yang terjadi di area rumah tangga biasanya disebabkan oleh terkena percikan api, tersiram air panas, minyak panas, sampai kuah masakan didapur yang panas. Luka bakar dibedakan atas, luka bakar kering umumnya karena api, sengatan listrik, logam panas; luka bakar karena cairan panas, air mendidih, uap panas, minyak panas, dll; luka bakar karena zat kimia, asam pekat, alkali pekat, dll.
Tanda-tanda luka bakar sesuai tingkat keparahannya, yakni luka bakar ringan rasa panas dan nyeri, kemerah-merahan pada bagian yang terkena panas, kadang-kadang ada pembengkakan. Luka bakar sedang cirinya bagian yang terkena lebih dalam dari permukaan kulit, rasa panas dan nyeri lebih hebat, selain kemerahan juga timbul gelembung yang berisi cairan. Luka bakar berat cirinya jaringan yang terkena lebih dalam sampai jaringan di bawah kulit, tampak ada jaringan yang mati (kehitaman). Hal yang perlu diperhatikan selain kedalaman luka bakar juga luas permukaan kulit yang terkena trauma panas. Semakin luas permukaan kulit yang terkena semakin membahayakan jiwa korban.
Tindakan Luka Bakar
Dalam konteks kecelakaan akibat ledakan tabung gas elpiji yang banyak mendatangkan korban bagi anak-anak maupun orang dewasa, tindakan yang perlu diketahui oleh orang-orang disekeliling para korban adalah mengetahui secara sederhana tentang kategori luka bakar ringan, lukan bakar sedang dan luka bakar berat.
Pada Luka Bakar ringan, derajat ringan jika luas kurang dari 50% atau derajat sedang dengan dengan luas kurang dari 15 % atau derajat berat kurang dari 2%. Bagian yang terkena panas dikompres dengan air dingin atau dialiri air dingin. Bila terlalu luas segera rujuk kerumah sakit. Bagian yang melepuh jangan dipecah, tetapi ditutupi. Tidak dianjurkan mengolesi luka bakar dengan odol/kamfer, keadaan ini justru akan memperberat kondisi luka bakar dan akan menambah penderitaan, sebab saat membersihkan akan terasa sakit.
Sementara pada Luka Bakar Sedang, derajat ringan dengan luas lebih dari 50%, derajat sedang dengan luas 15-30%, atau derajat berat dengan luas lebih dari 2 % perlu segera dirujuk ke rumah sakit dengan menutupi bagian yang terkena panas. Demikian halnya dengan Luka bakar berat lebih parah dan lebih luas dari kondisi luka bakar sedang, segera rujuk ke rumah sakit yang lengkap. Obat-obatan yang diperlukan pada luka bakar, terutama bila permukaan kulit terbuka, adalah anti infeksi yang diberikan secara oles/topikal untuk mencegah kemungkinan terinfeksi. Hal lain yang perlu diperhatikan karena dapat mengancam korban luka bakar adalah kehilangan cairan tubuh (dehidrasi), karena permukaan kulit yang rusak, infeksi, cacat tubuh karena adanya jaringan parut akibat luka bakar (kontraktur). Untuk luka bakar karena zat kimia perlu penatalaksanaan khusus, secara umum luka bakar dialiri air dingin lebih lama ( 20 – 30 menit ), tutup dengan kain halus, dan rujuk ke rumah sakit.

Penulis, Fatmah Afrianty Gobel,Ketua Prodi Kesmas FKM UMI Makassar. Dimuat di Harian Fajar, Kamis, 22 Juli 2010)

4 Agustus 2010 Posted by | Uncategorized | , , , | 1 Komentar